BUSINESS

Profil Megaproyek Meikarta dan Permasalahannya

Serah terima unit Meikarta dilakukan bertahap hingga 2027.

Profil Megaproyek Meikarta dan PermasalahannyaTower proyek apartemen Meikarta. (Doc: Internet)
12 December 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Jenama Meikarta sempat memborbardir kolom-kolom iklan di media massa pada kurun 2017–2018. Megaproyek yang berada di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, itu disebut-sebut bakal mengubah wilayah gersang menjadi kota Mandiri seperti dilakukan BSD di Serpong, Tangerang Selatan.

Belakangan, lokasi yang digadang-gadang bakal berisi deretan hunian mewah tersebut justru mangkrak dan menjadi "kota mati". Musababnya bermacam-macam. Salah satunya, gergasi properti Lippo Group tersandung perkara gawat: suap perizinan kepada Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin.

Sebelum KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah orang dari Lippo Group, Bupati Neneng, dan sejumlah pejabat Kabupaten Bekasi pada Oktober 2018, masalah perizinan memang kerap menjadi sorotan dalam megaproyek tersebut.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat baru sebatas memberi rekomendasi lahan seluas 85 hektare atau 17 persen dari total lahan Meikarta. Sementara, Lippo telah memasarkan proyeknya dan meraup uang muka dari para calon konsumennya—mereka rata-rata terpikat sebuah unit apartemen murah tapi berkesan mewah, dengan hanya membayar uang pemesanan Rp2 juta.

Ketika kasus suap itu mencuat, antrean panjang konsumen yang meminta pengembalian biaya pemesanan pun tidak terhindarkan. Hingga kini, beberapa di antaranya terus menuntut uang mereka dan membentuk Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM).

Profil Megaproyek Meikarta

Pertama kali diperkenalkan pada Mei 2017, Lippo Group melalui PT Lippo Cikarang Tbk berniat membangun kota mandiri Meikarta dengan luas lahan lebih dari 500 hektare di Cikarang. 

Rencananya, perusahaan akan membangun 225 menara dengan 225 ribu unit area komersial meliputi apartemen, pusat belanja, rumah sakit, sekolah, hotel, perumahan, dan perkantoran.

Pembangunan terdiri dari tiga tahap: tahap pertama dengan tower dan basemen seluas 134 hektare; tahap kedua 193,5 hektare, dan tahap ketiga 101,4 hektare.

Banyak orang kepincut oleh iklan jor-joran yang dilancarkan Lippo saat itu lantaran lokasi proyek yang sangat strategis: dikelilingi beberapa kawasan industri dan proyek-proyek infrastruktur pemerintah. James Riady, Chairman Lippo group, bahkan menargetkan Meikarta menjadi kota paling penting di Indonesia. 

Ambisi Lippo dimulai setelah perusahaan itu mulai memiliki bank lahan di Cikarang sejak akhir 1980-an dan awal 1990-an. 

Pada Agustus 2017, Lippo mengajukan izin prinsip untuk investasi proyek Meikarta pertama kali dengan luas lahan 134 hektare. Namun, Dinas Penanaman Modal hanya menyetujui hektare sesuai peruntukan permukiman perkotaan.

Berdasarkan catatan Dinas Penanaman Modal, Lippo juga hanya memiliki lahan seluas 477 hektare, tidak seperti klaim perusahaan yang telah memiliki lahan 774 hektare. Dalam RTRW Kabupaten Bekasi saat itu, luas lahan yang tersisa hanya 689,4 ha (dari 774 ha) untuk kawasan industri.

Karena itu, ketika megaproyek Meikarta dimulai, Wakil Gubernur Jabar saat itu, Deddy Mizwar, sempat kaget. Ia mengaku tidak tahu ada rencana pembangunan kota raksasa di wilayah yang ia pimpin. Pemerintah Kabupaten Bekasi setali tiga uang.

Padahal penyesuaian tata ruang atas proyek yang ada di Cikarang harusnya dilakukan sebelum pemasaran. Sebab, bagaimana mungkin proyek permukiman yang akan mengubah peta demografi, ekonomi, dan sosial kawasan Cikarang tidak memiliki landasan hukum tata ruang yang jelas. Saat proyek diperkenalkan, peta tata ruang Kabupaten Bekasi mengacu pada RTRW 2011-2030 dan proyek Meikarta tidak ada di dalamnya.

Polemik perizinan tersebut sempat membuat konsumen ragu untuk membeli hunian di Meikarta di tengah gempuran iklan. Proyek yang ditaksir mencapai Rp278 triliun itu pun mulai tersendat dan mengalami kendala keuangan.

Bahkan, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU)—anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk—digugat dua vendor iklannya, PT Relys Trans Logistic dan PT Imperia Cipta kreasi ke PKPU pada 24 Mei 2018 

Upaya PKPU diajukan terkait dengan pembayaran iklan Meikarta yang mandek. Pun demikian, MSU justru melaporkan kembali dua vendor iklan tersebut sebagai bentuk perlawanan. Direksi PT MSU mengeklaim ada sejumlah kejanggalan pada dokumen yang diajukan pemohon kepada MSU. Karena itu, MSU enggan membayar tagihan yang diajukan.

Pada akhirnya, Pengadilan Niaga menolak gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang. Pertimbangannya, masih ada laporan pengembang Meikarta terhadap kedua vendor tersebut diajukan ke kepolisian. "Menolak permohonan para pemohon PKPU terhadap PT Mahkota Sentosa Utama," ucap hakim Agustinus Setya Wahyu saat membacakan putusan di PN Jakpus, pada 5 Juli 2018.

Setelahnya, pada Oktober tahun yang sama, OTT KPK atas kasus suap perizinan membuat proyek yang mulai tertatih ini terhenti.

Pada akhir 2020, konsumen Meikarta melalui gugatan PKPU menerima proposal perdamaian (homologasi) Lippo berdasarkan Putusan No. 328/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga Jakarta dan telah berkekuatan hukum tetap pada 26 Juli 2021. 

Dalam putusan homologasi, penyerahan unit akan dilakukan secara bertahap hingga 2027. Saat ini 28 tower sudah berada pada tahap penyelesaian akhir pembangunan. Sementara 8 tower lainnya, menurut Lippo Group, sudah topping off dan saat ini tengah dalam pengerjaan fasad.

Namun, baru-baru ini, konsumen Meikarta melakukan demo untuk kembali menuntut haknya. Corporate Secretary Lippo Cikarang, Veronika Sitepu, dalam keterbukaan informasi di bursa, mengungkapkan perseroan telah menerima informasi dari PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) atas aksi demo yang dilakukan konsumen.

Menurutnya, MSU telah memenuhi komitmen dan menghormati putusan homologasi yang mengikat bagi MSU dan seluruh kreditur. Namun, kata dia, permintaan para konsumen dalam aksi tersebut berbeda dari kesepakatan perdamaian yang telah disahkan.

"PT MSU juga sudah menginformasikan hasil Putusan Homologasi ini kepada seluruh pembeli yang belum menerima unit, di mana pelaksanaan hasil putusan sudah dijalankan dalam bentuk serah terima unit secara bertahap sejak Maret 2021 lalu. Beberapa pembeli telah berupaya menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan perdata namun pengadilan tetap memutuskan bahwa Putusan Homologasi yang harus dihormati dan dilaksanakan oleh para pihak," ujarnya 

Menurutnya, serah terima secara bertahap yang dilakukan sejak Maret 2021 hingga kini mencapai kurang lebih 1.800 unit.

Related Topics