Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pemerintah Usulkan Pembangunan Fasilitas Pencampuran Batu Bara

Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Rabu (1/9/2021). ANTARA FOTO/Makna Zaezar

Jakarta, FORTUNE –  Pemerintah mengusulkan pembangunan fasilitas pencampuran untuk komoditas batu bara (coal blending facility). Langkah tersebut bertujuan memberikan keadilan dalam mengatasi permasalahan pelaksanaan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) batu bara bagi industri maupun perusahaan tambang.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Ridwan Djamaluddin, mengatakan usulan itu sedang dikaji oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Perusahaan, kata Ridwan (17/11), tidak mudah menjalankan kebijakan ini. Pasalnya, tak semua spesifikasi batu bara yang dihasilkan Badan Usaha (BU) pertambangan memiliki pasar dalam negeri dan dapat diserap oleh pasar domestik.

Coal blending facility diyakini dapat menjadi solusi untuk memperbaiki dan menyatukan sifat kualitas batu bara dari daerah atau dengan jenis berbeda. "Kami mendorong PLN khususnya atau perusahaan pengguna yang lain untuk membangun fasilitas pencampuran batu bara yang dikelola BUMN atau swasta untuk mengolah berbagai spesifikasi batu bara agar sesuai dengan kebutuhan dalam negeri," ujarnya.

Ridwan juga mengusulkan skema pengenaan dana kompensasi bagi BU pertambangan yang tidak memenuhi kewajiban DMO. Nantinya dana tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

Menurutnya, konsumsi batu bara dalam negeri selama ini lebih kecil dibandingkan dengan tingkat produksi batu bara nasional. Di samping itu, tidak semua BU pertambangan berkesempatan menjalin kontrak penjualan dengan pengguna batu bara dalam negeri.

Sebagai gambaran, Ridwan menjabarkan realisasi produksi batu bara nasional hingga Oktober 2021 telah mencapai 512 juta ton atau 82 persen dari target 625 juta ton yang ditetapkan untuk 2021. Sementara itu, tingkat realisasi DMO baru 110 juta ton.

Kualitas batu bara bukan satu-satunya masalah DMO

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan masalah pemenuhan DMO bukan hanya terkait ketidaksesuain kualitas batu bara. Masalah lain yang penting adalah, terutama dari pengguna akhir, "logisitik dan perencanaannya. Sering sekali beda-beda, seperti permintaan tahun ini sekian, terus di tengah jalan berubah. Itu sering banget,” katanya via telepon, Rabu (17/11).

Acap kali terjadi batu bara telah disiapkan produsen, tapi logistik terlambat karena ketiadaan kapal yang mau mengangkutnya.  “Itu kemarin sulit dapat kapal, banyak yang tak mau kerja sama dengan PLN, karena mereka kerja sama secara ekonomis,” ujarnya.

Menurut Hendra,pelaksanaan DMO pada dasarnya tidak hanya terbatas pada kelistrikan nasional, namun juga pada industri lainnya seperti semen, pupuk, tekstil, smelter, kertas, dan keramik. Pemerintah telah menetapkan harga batu bara khusus pembangkit listrik maksimal US$70 per ton, serta industri semen dan pupuk US$90/ton yang berlaku hingga Maret 2022.

Usulan pembangunan fasilitas pencampuran sudah lama

Menurut Hendra, usul pembangunan fasilitas pencampuran batu bara telah diajukan beberapa tahun lalu. Namun, hingga kini para end user belum melakukannya. Dia mendorong pengguna akhir batu bara seperti PLN dapat segera merealisasikannya.

Di sisi lain. terdapat sebagian perusahaan anggota APBI yang belum dapat menjual batu bara ke PLN lantaran spesifikasi atau kualitas batu bara yang diproduksi tidak sesuai dengan kebutuhan PLN.

Selain perusahaan yang telah berkontrak, PLN, menurutnya, juga mengupayakan pasokan lewat PLN Batubara (PLN BB). Tahun ini, anak perusahaan PLN tersebut diproyeksikan memasok sekitar 30 juta ton. "Karena itu perlu kiranya agar diperiksa ke pihak PLN sejauh mana progres pasokan dari PLN BB tersebut," katanya.
 

Share
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
Eko Wahyudi
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us