Riset Populix: Minat Belanja Produk Fesyen Selama Ramadan 2025 Anjlok

- Minat belanja produk fesyen selama Ramadan 2025 turun cukup signifikan dibandingkan tahun lalu, terutama pada produk sekunder seperti fesyen, perabot rumah tangga, dan barang elektronik.
- Hasil survei Populix menunjukkan penurunan minat beli kebutuhan sekunder, seperti produk pakaian dan barang-barang fesyen dari 78% menjadi 55%, perabot rumah tangga dari 28% menjadi 11%, dan barang elektronik dari 16% menjadi 7%.
- Mayoritas masyarakat akan menunda pembelian barang non-esensial, khususnya barang elektronik atau produk mewah lainnya, serta mengurangi pembelian makanan & minuman tidak esensial selama Ramadan untuk menghindari overspending.
Jakarta, FORTUNE - Riset Populix mengungkapkan tren belanja produk selama Ramadan tahun ini menurun cukup signifikan dibandingkan tahun lalu. Masyarakat terlihat lebih selektif dalam berbelanja, terutama pada berbagai produk sekunder, khususnya produk fesyen, perabot rumah tangga, dan barang elektronik. Sebagian masyarakat akan mengurangi kualitas produk makanan dan minuman untuk mempertahankan kuantitasnya.
Hal ini terungkap dalam laporan terbaru Populix bertajuk “Perilaku Belanja di Bulan Ramadan 2025”, yang didapatkan melalui survei kepada 1.100 orang yang mana sekitar 90 persennya beragama Islam.
Menurut hasil survei Populix, meskipun secara urutan prioritas masih sama, terjadi penurunan cukup signifikan pada minat beli kebutuhan sekunder. Misalnya, untuk pembelian produk pakaian dan barang-barang fesyen, minat mengalami penurunan dari 78 persen menjadi 55 persen.
Penyusutan volume pembelian bahkan hingga kurang dari setengah juga terjadi di produk sekunder lain. Seperti perabot rumah tangga yang menyusut dari 28 persen ke 11 persen, dan barang elektronik dari 16 persen ke 7 persen. Meskipun prioritasnya paling kecil, publik juga ditengarai akan mengurangi pembelian properti berupa tanah dan bangunan secara signifikan.
Indah Tanip, Vice President of Research Populix, mengatakan pada periode Ramadan tahun ini, mayoritas masyarakat tidak segan-segan untuk menunda pembelian barang non-esensial, khususnya barang elektronik atau produk mewah lainnya. Bahkan untuk makanan yang secara persentase prioritasnya sedikit berkurang, apabila diteliti ternyata juga turut terdampak dari segi kualitas.
Jika dihadapkan pada pilihan produk makanan dan minuman dengan harga lebih murah meski kualitas standar atau lebih mahal dengan kualitas lebih tinggi, sebanyak 42 persen responden menyatakan bahwa keputusan ini bergantung pada kebutuhan. Namun, 33 persen responden cenderung memilih produk yang harganya lebih murah dengan kualitas standar. Responden laki-laki cenderung lebih memprioritaskan kuantitas, sedangkan responden perempuan cenderung menimbang kebutuhan sebelum membeli.
Penurunan juga ditemukan saat Populix bertanya tentang pengurangan pembelian makanan & minuman tidak esensial selama Ramadan. Meskipun, lebih dari separuh menyatakan akan sedikit mengurangi pembelian, sekitar 33 persen responden mengaku akan mengurangi secara signifikan.
Populix melihat perilaku konsumsi yang lebih selektif ini disebabkan oleh meningkatnya kewaspadaan untuk menghindari overspending selama Ramadan. Padahal sebenarnya mayoritas masyarakat tidak akan terlalu mengutak-atik anggaran belanja mereka tahun ini.
“Hal ini perlu menjadi catatan bagi para pengusaha, khususnya produsen dan ritel, untuk menyesuaikan strategi pemasaran agar tetap bisa menarik pembeli di bulan Ramadan nanti,” kata Indah.
Penelitian ini dilakukan melalui sebuah survei kepada lebih dari 1.100 responden. Mayoritas responden berasal dari status ekonomi sosial menengah ke atas, dengan persentase laki-laki dan perempuan yang hampir seimbang. Mayoritas responden adalah karyawan, dengan status pernikahan lajang atau menikah dengan anak.