FINANCE

Sri Mulyani : UU HPP Jadi Instrumen Penting Konsolidasi Fiskal

Pandemi membuat ekonomi Indonesia tertekan.

Sri Mulyani : UU HPP Jadi Instrumen Penting Konsolidasi FiskalMenteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam keterangan pers dari KTT G20 2021 (31/10). (FORTUNEIDN)

by Eko Wahyudi

17 December 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan akan terus melakukan reformasi dalam menciptakan sistem perpajakan yang sehat dan berkeadilan lewat implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurutnya, baleid ini akan jadi instrumen penting bagi konsolidasi fiskal dan bekal untuk melanjutkan pemulihan ekonomi Indonesia ke depan. 

"Ini sebenarnya menjadi keharusan agar APBN sebagai instrumen fiskal bisa terus melakukan tugasnya yaitu pada saat ekonomi dan rakyat lemah, APBN harus hadir, pada saat ekonomi tumbuh maka kita juga bisa memberikan ruang bagi pertumbuhan itu,” ucap Sri Mulyani, dalam acara Sosialisasi UU HPP yang disiarkan secara virtual, Jumat (17/12).

Sri Mulyani mengatakan, ke depan UU HPP ini akan disosialisasikan ke berbagai daerah. UU HPP ini dibentuk antara pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Komisi XI DPR.

Di kesempatan sama, dia menjelaskan pandemi Covid-19 menyebabkan kondisi fiskal tertekan siginifikan. Terlihat dari data pada 2020, di mana telah terjadi opportunity loss, karena pertumbuhan ekonomi terkontraksi -2,07 persen jauh di bawah ekspekstasi 5,3 persen. 

Opportunity loss terjadi karena pertumbuhan ekonomi jauh di bawah ekspektasi pertumbuhan ekonomi," ungkap dia.

Adapun tekanan fiskal tersebut memperngaruhi tiga hal. Pertama, penerimaan perpajakan yang melemah yakni hanya mencapai 8,33 persen PDB di bawah kondisi normal 10,2 persen PDB (rata-rata 2015-2019). Kedua, defisit meningkat signifikan, yakni mencapai 6,14 persen dengan PDB di bawah kondisi normal 2,3 persen PDB rata-rata. Ketiga, rasio utang meningkat tajam hingga mencapai 39,4 persen PDB di bawah kondisi normal 29,04 persen PDB (rata- rata 2015-2019).

Defisit APBN perlu dipulihkan

Selain itu, Sri Mulyani mengungkapkan dalam jangka menengah diperlukan langkah-langkah untuk mengembalikan defisit APBN di bawah 3 persen pada tahun 2022-2023. Karena pada asumsi postur APBN negara tahun 2022 dari segi pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp1.8461, triliun dengan anggaran belanja negara Rp2.714.2 triliun. Dengan demikian, perkiraan defisit anggaran dan pembiayaan anggaran mencapai Rp868,0 trilliun dan 4,85 persen PDB.

“UUD APBN 2022 ini belum tentu mengakomodasi UU HPP yang berpotensi meningkatkan penerimaan negara," ujarnya.

Sri Mulyani mengungkapkan, realisasi tersebut bisa lebih rendah dari yang direncanakan karena belum mempertimbangkan berbagai reformasi kebijakan struktural, seperti penerapan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang baru disahkan beberapa waktu lalu.