Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kemenkeu Jelaskan Alasan Setoran Pajak Turun

ilustrasi Coretax, sistem pajak baru dari DJP (pajak.go.id)
Intinya sih...
  • Penurunan penerimaan pajak disebabkan oleh penurunan harga komoditas andalan Indonesia dan perubahan dalam sistem administrasi perpajakan.

Jakarta, FORTUNE - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa penerimaan pajak hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp187,8 triliun, atau baru 8,6 persen dari target tahunan.

Dokumen APBN Kita pada Maret 2024 menunjukkan realisasi penerimaan pajak pada Februari 2024 mencapai Rp269,02 triliun. Artinya, ada penurunan realisasi penerimaan pajak sebesar 30,19 persen jika dibandingkan dengan periode sama tahun ini.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Anggito Abimanyu, mengatakan perlambatan penerimaan pajak ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah pola musiman yang biasa terjadi setiap awal tahun.

"Kalau kita lihat dalam empat tahun terakhir, polanya selalu sama. Penerimaan pajak di Desember naik cukup tinggi karena ada efek Natal dan Tahun Baru serta akhir tahun anggaran. Kemudian, pada Januari dan Februari terjadi penurunan. Jadi, ini bukan sesuatu yang anomali, melainkan pola yang normal," kata dia dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (13/3).

Anggito tidak menyinggung sama sekali urusan penerapan sistem perpajakan Coretax yang diberlakukan mulai 1 Januari 2025. Padahal, sistem baru tersebut banyak dikeluhkan oleh masyarakat karena dipandang bermasalah.

Namun, Anggito mengakui penurunan penerimaan pajak pada awal 2025 lebih besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Menurutnya, ada dua faktor utama yang berkontribusi terhadap kondisi ini.

Penurunan harga komoditas

Salah satu penyebab utama turunnya penerimaan pajak adalah volatilitas harga komoditas yang menjadi andalan Indonesia. Beberapa harga komoditas utama mengalami pelemahan, seperti batu bara yang turun 11,8 persen, minyak brent yang melemah 5,2 persen, dan nikel yang turun 5,9 persen.

Tren ini berdampak langsung pada penerimaan pajak bruto. Pada Januari 2025, penerimaan pajak bruto mencapai Rp159,05 triliun, lalu turun menjadi Rp139,82 triliun pada Februari 2025. Jika dibandingkan dengan Desember 2024, yang mencapai Rp248,8 triliun, penurunannya cukup tajam.

Faktor administrasi pajak

Faktor kedua yang turut mempengaruhi adalah perubahan dalam sistem administrasi perpajakan. Anggito menjelaskan bahwa ada dua kebijakan yang berdampak pada penerimaan pajak, yaitu penerapan Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk PPh 21 dan relaksasi pembayaran PPN dalam negeri.

"Jika dihitung secara normalisasi, sebenarnya pada 2024 ada lebih bayar sebesar Rp16,5 triliun. Jadi, efek lebih bayar ini membuat PPh 21 pada 2025 terlihat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu," kata dia.

Selain itu, kebijakan TER untuk PPh 21 juga memengaruhi penerimaan pajak. Secara kas, terlihat ada penurunan, tapi hal ini lebih kepada dampak dari implementasi kebijakan baru.

Di sisi lain, relaksasi pembayaran PPN dalam negeri selama 10 hari juga memengaruhi laporan penerimaan pajak hingga Februari 2025.

"Kewajiban pembayaran sampai Februari seharusnya tercatat, tetapi karena direlaksasikan hingga 10 Maret 2025, ada sebagian yang belum masuk dalam hitungan," ujar Anggito.

Meskipun demikian, Kemenkeu mengeklaim bahwa tren ini masih dalam batas wajar dan akan terus dipantau guna memastikan stabilitas penerimaan negara ke depan.

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us