FINANCE

Imbas Inflasi Tinggi, Warga RI Lebih Banyak Menabung Ketimbang Belanja

Pengeluaran masyarakat bertambah 10% karena inflasi.

Imbas Inflasi Tinggi, Warga RI Lebih Banyak Menabung Ketimbang BelanjaPenjual melayani pembeli di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (1/12/2021). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.
23 February 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Survei DBS menemukan pergeseran tren perilaku konsumsi masyarakat Indonesia sebagai dampak dari inflasi membubung. Saat ini, orang Indonesia lebih banyak mengalokasikan dananya untuk menabung ketimbang berbelanja.

“Apabila hal ini terjadi, kita akan melihat perlambatan konsumsi rumah tangga pada 2023,” kata Ekonom DBS Group Research, Radhika Rao, dalam keterangan pers, dikutip Kamis (23/2).

Menurut laporan DBS Group Research, konsumen masih mencemaskan kenaikan harga barang dan jasa, terutama untuk bahan bakar motor (BBM) dan bahan pokok rumah tangga. Sebanyak 50 persen responden menyatakan kenaikan harga menambah pengeluarannya hingga lebih dari 10 persen.

Padahal, angka inflasi belakangan telah mengalami penurunan. Sebagai bukti, menurut data Bank Indonesia (BI), indeks harga konsumen pada Januari 2023 tercatat mencapai 5,28 persen (YoY), atau turun ketimbang 5,51 persen (YoY) pada bulan sebelumnya.

Dalam mengubah pola konsumsinya, mayoritas responden memiliki kecenderungan untuk memprioritaskan pengeluaran harian seperti belanja bulanan dan BBM, serta kebutuhan rumah tangga, ketimbang berlibur atau membeli baju.

Pada saat sama, responden juga memilih alternatif produk lebih murah ketika berbelanja kebutuhan harian, serta mengurangi frekuensi konsumsi nonpokok seperti rekreasi, makan di luar, dan pakaian.

Sebagai tambahan, survei DBS ini dilakukan terhadap 700 responden di Indonesia pada November 2022.

Dampak ekonomi

Pedagang sayur mayur menunggu pembeli di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (1/11/2021). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj.
Pedagang sayur mayur menunggu pembeli di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (1/11/2021). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj.

DBS Group Research secara keseluruan menaksir tingkat konsumsi rumah tangga akan mengalami perlambatan beriring inflasi tinggi. Alhasil, tingkat produk domestik bruto (PDB) tahun ini juga akan lebih rendah ketimbang tahun lalu.

“Kami memprediksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 2023 akan bertahan di 5 persen, lebih rendah dari 5,4 persen pada 2022,” ujar Radhika. Proyeksi tersebut dapat dikatakan menyiratkan perekonomian makro yang masih tergolong kuat di tengah tren inflasi tinggi.

Menurut Radhika, kinerja perekonomian tahun ini juga akan ditopang pertumbuhan angka investasi, dorongan siklus dari harga komoditas yang tinggi, serta peningkatan permintaan akan restock, dan kegiatan sektor jasa yang kembali pulih.  

“Hal tersebut akan membantu mengimbangi dampak penurunan pendapatan riil dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi,” ujarnya.

Sementara itu, pemerintah juga memperluas subsidi angkutan umum daerah untuk meredam dampak kenaikan harga bahan bakar terhadap daya beli, dan memberikan bantuan keuangan bagi rumah tangga berpemasukan menengah ke bawah.

Related Topics