FINANCE

IMF: Ekonomi Global Hadapi Ujian Terberat Pasca Perang Dunia

IMF memangkas outlook ekonomi global tahun ini.

IMF: Ekonomi Global Hadapi Ujian Terberat Pasca Perang DuniaShutterstock/Bumble Dee
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memperingatkan soal kondisi perekonomian global yang bergejolak saat ini. Bahkan, Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, mengatakan ekonomi dunia kini menghadapi ujian terberat sejak Perang Dunia Kedua.

“Kita menghadapi potensi pertemuan bencana,” begitu pernyataan Georgieva dalam acara World Economic Forum di Davos, Swiss, Senin (23/5), seperti dikutip dari CNN Business. Dia mewanti-wanti soal invasi Rusia ke Ukraina yang telah memperparah efek pandemi Covid-19, dan memperberat ikhtiar pemulihan ekonomi. Krisis geopolitik itu turut menyebabkan indeks harga barang atau inflasi naik, terutama dari komponen makanan dan bahan bakar.

Di sisi lain, kenaikan suku bunga acuan disinyalir bakal menambah tekanan, baik pada negara, perusahaan, maupun rumah tangga dengan jumlah utang yang besar. Pasar yang mengalami turbulensi serta kendala rantai pasok menimbulkan risiko pula.

Sebelumnya, IMF dalam laporan bertajuk War Slows Recovery April 2022, memberikan catatan khusus soal perang di Ukraina yang akan mengakibatkan perlambatan ekonomi global. Lembaga ini memangkas outlook ekonomi tahun ini menjadi 3,6 persen, atau turun 0,8 poin persentase dari prediksi pada Januari. Sedangkan, ekonomi global tahun lalu ditaksir tumbuh 6,1 persen.

IMF lantas menyerukan para pemerintah negara dunia dan pemimpin bisnis untuk membahas mengenai penurunan hambatan perdagangan.

Meski demikian, yang terjadi justru sebaliknya. India, misalnya, baru-baru ini menyetop ekspor gandum. Sedangkan, Indonesia bulan lalu sempat melarang ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO). Namun, Senin (23/5), pemerintah Indonesia kembali membuka keran ekspor komoditas tersebut.

Sementara itu, Amerika Serikat dikabarkan tengah dalam kondisi ekonomi terburuk, bahkan terancam mengalami resesi atau pertumbuhan ekonomi negatif. Lalu, ekonomi Cina kembali terdampak oleh karantina wilayah untuk mengendalikan COVID-19.

Dampak ke Indonesia

Ilustrasi global bondShutterstock/createjobs51

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers APBN KiTA, menyatakan saat ini terdapat tiga risiko yang mengancam ekonomi global, termasuk Indonesia, yakni inflasi tinggi, suku bunga, dan potensi ekonomi yang melemah.

“Tiga hal ini akan mempengaruhi environment ekonomi seluruh dunia termasuk Indonesia,” ujar Sri Mulyani, Senin (23/5), seperti dikutip dari Antara.

Invasi Rusia ke Ukraina telah menyebabkan lonjakan harga energi dan pangan yang penting bagi pemulihan dan masyarakat, kata Sri Mulyani. Di antaranya: gas alam, batu bara, minyak mentah, CPO, dan gandum.

Pada gilirannya, situasi tersebut mengakibatkan inflasi tinggi di sejumlah negara. Sebagai misal, Rusia mengalami inflasi 17,8 persen, Brazil 12,1 persen, AS 8,3 persen, Inggris 9 persen, Meksiko 7,7 persen, dan India 7,8 persen.

Sedangkan di Indonesia, inflasi tahunan pada April mencapai 3,47 persen, atau naik dari 1,42 persen pada periode sama 2021, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). “Inflasi masih kami kendalikan karena tidak semua kenaikan harga dunia dirasayakan oleh rakyat. Tentu akibatnya kami harus memberikan subsidi,” ujarnya.

Sejumlah negara juga harus menyesuaikan kebijakan moneternya demi merepons tren inflasi. Rusia, misalnya, telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 975 basis poin (bps) sejak 2021. Saat ini, tingkat suku bunga Rusia mencapai 17 persen. Sedangkan, suku bunga acuan di Brasil mencapai 12,75 persen.