Negosiasi Tarif AS-RI Alot, BI Diprediksi Tahan Bunga Acuan 5,75%

- Negosiasi tarif AS-RI masih alot, BI prediksi tahan bunga acuan 5,75%
- Ekonom senior menilai situasi global belum stabil, kurs rupiah rentan terhadap sentimen eksternal
- Potensi penurunan bunga acuan masih terbuka meskipun mayoritas ekonom memperkirakan BI akan menahannya
Jakarta, FORTUNE - Negosiasi tarif resiprokal yang masih alot antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia diprediksi akan menjadi pertimbangan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan di level 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode April 2025.
Ekonom Senior sekaligus Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Ryan Kiryanto menilai situasi ekonomi dan geopolitik global masih diliputi oleh ketidakpastian. Apalagi, keputusan penundaan pengenaan tarif resiprokal selama 90 hari oleh oleh Presiden AS, Donald Trump masih membuat cemas sejumlah negara.
“Situasi kondisi ekonomi dan geopolitik global sedang tidak baik-baik saja. Sebaiknya stance kebijakan moneter lebih pro stabilitas atau menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Meskipun inflasi domestik relatif rendah,” kata Ryan kepada Fortune Indonesia di Jakarta, (23/4).
Apalagi, perkembangan nilai tukar rupiah saat ini masih rentan terhadap sentimen eksternal yang tidak kondusif. Tercatat, kurs rupiah berada pada level Rp16.859/US$ pada penutupan perdagangan (22/4) atau melemah 53 poin atau 0,32 persen.
“Bagi pelaku usaha, kestabilan kurs rupiah menjadi sangat penting terkait dengan penyusunan strategi pengembangan bisnis baik untuk eksportir maupun importir,” kata Ryan.
Potensi penurunan bunga acuan masih terbuka

Namun demikian, skenario penurunan suku bunga masih terbuka lebar. Berdasarkan hasil konsensus yang dihimpun Bloomberg, dari 28 ekonom sebagian besar memperkirakan BI akan menahan bunga acuan. Namun ada dua lembaga yang memperkirakan BI Rate akan turun ke 5,50 persen.
Secara terpisah, DBS Group Research sempat memproyeksikan BI rate akan turun 50 basis point (bps) hingga akhir 2025. Keputusan itu dirasa perlu untuk menjaga stabilitas inflasi nasional yang dinilai terlalu rendah.
“Ketika isu tarif mengendap BI punya ruang untuk menurunkan suku bunga sebesar 50 bps di tahun ini. Karena suku bunga riil menandakan adanya penyangga likuiditas yang signifikan,” kata Senior Economist Bank DBS Radhika Rao.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan indeks harga konsumen (IHK) Maret 2025 mengalami inflasi sebesar 1,65 persen secara bulanan (mtm). Level itu tercatat berada di kisaran target Pemerintah sebesar 2,5 persen plus minus 1 persen. DBS Group Research sendiri memperkirakan bahwa inflasi umum akan bergerak lebih tinggi pada paruh kedua tahun 2025.