Pergantian Direksi Jadi Biang Kerok Saham Perbankan Anjlok?

- Pergantian direksi bank BUMN memengaruhi harga saham BBRI dan BMRI turun drastis saat pembukaan perdagangan usai libur lebaran.
- Pengamat pasar modal menilai investor melihat fundamental kinerja bank, bukan hanya sosok direksi, dalam memutuskan investasi.
- Meski harga saham turun, kinerja keuangan Bank Mandiri dan Bank BRI masih positif dengan pertumbuhan laba bersih secara tahunan.
Jakarta, FORTUNE - Sejumlah harga saham emiten perbankan nasional mengalami pelemahan saat pembukaan perdagangan usai libur lebaran pada Selasa pagi (8/4). Tercatat, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) turun 14,56 persen ke posisi Rp3.460 per saham. Sedangkan, harga saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) juga turun 13,46 persen ke level Rp4.500 per saham.
Namun, penurunan harga saham BMRI tidak sedalam BBRI. Seperti diketahui, sejumlah bank plat merah telah melakukan pergantian susunan direksi sebelum libur lebaran. Seperti Hery Gunardi yang menempati posisi Direktur Utama BRI menggantikan Sunarso. Namun, Darmawan Junaidi tetap melanjutkan posisi Direktur Utama dari Bank Mandiri.
Lantas, momentum pergantian direksi cukup memengaruhi sentimen kepercayaan investor terhadap saham perbankan?
Presiden RI, Prabowo Subianto sendiri sempat menyinggung dan melempar candaan berupa pertanyaan apakah Darmawan adalah Dirut Mandiri yang lama atau yang baru. Ia menegaskan bahwa pihaknya di Pemerintahan akan menempatkan orang yang tepat dan berpengalaman untuk sejumlah posisi seperti direktur utama Bank BUMN. Dan Prabowo melihat sosok itu terlihat dari Darmawan Junaidi.
"Jadi saya berpegang pada filosofi the right man in the right moment jangan the right man saja," ungkap Prabowo dalam acara Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4).
Fundamental kinerja bank jadi pertimbangan investor

Meski demikian, menanggapi hal itu, Pengamat Pasar Modal sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi menilai investor lokal hingga asing tidak hanya melihat satu sosok direksi saja, melainkan melihat fundamental kinerja dari bank-bank tersebut
“Kalau saya melihat bahwa investor itu bukan melihat ke perorangan, tapi melihat fundamental keuangan perbankan. Terus bagaimana apakah positif, apakah kemarin mendapatkan laba, kemudian pembagian dividen seperti apa, itu yang dipikirkan oleh investor,” kata Ibrahim kepada Fortune Indonesia (9/4).
Di sisi lain, pelemahan saham bank menurutnya amat wajar lantaran ketidakpastian ekonomi nasional dan global. Apalagi, perbankan nasional menjadi titik sentral dalam penyaluran kredit kepada perusahaan korporasi yang melantai di bursa.
Kinerja BMRI dan BBRI masih positif

Bila melihat kinerja, Bank Mandiri melaporkan laba bersih Rp55,8 triliun sepanjang 2024. Angka ini naik 1,31 persen secara tahunan (yoy). Bank Mandiri juga menetapkan 78 persen dari laba bersih konsolidasi tahun 2024 atau senilai Rp 43,51 triliun sebagai dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Lebih rinci, besaran dividen per lembar saham atau dividen per share bank berkode emiten BMRI ini mencapai sekitar Rp 466,18, meningkat 31,71 persen secara year on year (YoY).
Sementara itu, BRI berhasil mencetak laba bersih secara konsolidasian sebesar Rp60,64 triliun sepanjang 2024. Angka ini tumbuh 0,36 persen secara tahunan dibanding 2023 yang sebesar Rp60,42 triliun. Selain itu, BRI juga menyetujui pembagian total dividen sebesar Rp51,74 triliun pada tahun buku 2024.
Atas nilai dividen tersebut, sebelumnya pada 15 Januari 2025, BRI telah membagikan dividen interim sebesar Rp20,33 triliun atau Rp135 per lembar saham. Dengan demikian, sisa dividen yang akan dibayarkan adalah sebesar besarnya Rp31,40 triliun.
Dari total nilai dividen tunai di atas, BRI menyetorkan dividen kepada negara Rp27,68 triliun (termasuk dividen interim yang telah dibagikan pada 15 Januari 2025 sebesar Rp10,88 triliun).