Asia Dominasi Produksi Berlian Lab-Grown, Bagaimana di Indonesia?

Jakarta, FORTUNE - Di bawah langit musim semi Tokyo yang dipenuhi bunga sakura, Luna Maya menerima lamaran dari Maxime Bouttier pada 1 April 2025. Dalam momen romantis itu, Maxime menyematkan cincin berlian mewah dari Frank & co. di jari manis Luna.
Cincin tersebut, dengan desain Alegria klasik, dihiasi berlian round brilliant 3,53 karat, warna F, dan kejernihan VVS2, memancarkan kilau luar biasa berkat potongan, polesan, dan simetri yang sempurna. Dibuat selama tiga bulan, cincin ini memiliki nilai mendekati Rp2 miliar, menjadi simbol cinta bagi kedua sejoli.
Namun, bagi pasangan yang ingin merayakan cinta dengan cincin berlian tapi memiliki anggaran terbatas, berlian lab-grown menawarkan alternatif menarik. Berlian buatan laboratorium ini memiliki kilau dan keindahan yang setara dengan berlian alami, tapi dengan harga yang lebih terjangkau dan proses produksi yang ramah lingkungan. Dengan memilih berlian lab-grown, pasangan dapat memiliki simbol cinta yang indah tanpa mengorbankan nilai-nilai keberlanjutan.
Berlian memang sejak dahulu dianggap sebagai lambang kemewahan yang tak ternilai, kini pun menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup modern. Daya tariknya bukan hanya terletak pada kilauannya yang mempesona, tetapi juga pada kemampuannya untuk menyempurnakan penampilan dan menciptakan pernyataan fesyen yang kuat. Bagi kaum hawa, perhiasan berlian tidak hanya sekadar aksesori, tetapi sebuah pernyataan diri.
"Penampilan tidak akan lengkap tanpa didukung perhiasan, harus memakai cincin, anting, kalung. Terkadang ada yang memilih statement bangle atau statement bracelet, karena pada dasarnya semua perempuan itu ingin tampil cantik," ungkap Tanya Alissia, Chief Merchandising Officer PT Central Mega Kencana, yang menaungi Frank & co, kepada Fortune Indonesia.
Sejatinya, perkembangan industri berlian global bukan hanya terfokus pada berlian alami. Berlian lab-grown, yang diproduksi di laboratorium, kini semakin menunjukkan taringnya, dengan Asia menjadi pusat dominasi produksi dunia. Pasar berlian lab-grown global juga diperkirakan akan tumbuh pesat, dengan proyeksi mencapai US$59,2 miliar pada tahun 2032.
Dalam dunia berlian, kualitas penilaian didasarkan pada 4C: cut, color, clarity, dan carat. Berlian lab-grown, meskipun diproduksi secara sintetis, memiliki kualitas yang setara dengan berlian alami. Proses pembuatan berlian ini memungkinkan waktu produksi yang lebih singkat dan biaya yang lebih rendah. Di sisi lain, harga berlian lab-grown lebih terjangkau—sekitar 20 hingga 40 persen lebih murah dibandingkan berlian alami. Proses ini juga tidak melibatkan penambangan yang merusak lingkungan, menjadikannya pilihan yang lebih ramah lingkungan.
“Sekarang ini yang menjadi saingan berlian alami adalah berlian buatan pabrik. Tentu kita tidak mau membayar mahal untuk sesuatu yang tidak alami,” kata Tanya. Meskipun berlian lab-grown semakin diterima, Tanya tetap menekankan pentingnya memilih berlian yang diproduksi dengan cara yang bertanggung jawab dan bebas dari konflik.
Di dunia perhiasan, berlian dianggap sebagai treasure assets dan beauty investment—sebuah legacy yang menceritakan momen penting dalam hidup, seperti ulang tahun, perayaan cinta, atau tonggak kesuksesan. Dengan demikian, tidak mengherankan jika permintaan untuk berlian terus berkembang, baik alami maupun lab-grown.
Dominasi Asia dalam produksi berlian lab-grown

Pada pertengahan 2010-an, industri berlian mengalami perubahan signifikan dengan munculnya berlian lab-grown sebagai alternatif yang lebih etis dan terjangkau dibandingkan berlian alami. Teknologi yang semakin maju memungkinkan produksi berlian sintetis berkualitas tinggi yang sulit dibedakan dari berlian alami.
Meskipun demikian, berlian laboratorium, belum tentu memiliki certa historis yang sama dengan berlian alami yang ditambang yaitu yang ditambang secara bertanggung jawab terhadap lingkungan dan pekerjanya (ethical diamond atau conflict-free diamond). "Perhiasan yang memiliki cerita di baliknya dianggap lebih berharga," kata Tanya.
Namun, industri berlian lab-grown juga menghadapi berbagai tantangan. Overproduksi di pasar domestik menyebabkan penurunan harga berlian sintetis, yang berdampak pada keuntungan produsen. Selain itu, impor mesin dan benih berlian dari negara lain menambah kompleksitas industri ini. Meskipun ada peningkatan kesadaran konsumen terhadap berlian buatan, stigma terhadap berlian laboratorium masih ada. Produksi berlian di laboratorium juga memerlukan investasi finansial yang besar, yang menjadi beban bagi produsen di tengah volatilitas harga pasar.
Dari negara mana berlian lab-grown berasal? "Negara-negara seperti India, Cina, Amerika Serikat, Singapura, dan Rusia menjadi produsen utama berlian lab-grown," ujarnya.
Laporan Fortune Business Insight bertajuk Lab Grown Diamond Market Size, Share & Industry Analysis, mengungkap pasar global berlian sintetis bernilai US$24,0 miliar pada tahun 2022 dan diproyeksikan mencapai US$59,2 miliar pada tahun 2032. India, misalnya, menggunakan metode carbon vapor deposition (CVD) dan high pressure high temperature (HPHT) dalam produksinya, dengan sekitar 1.500 hingga 1.800 reaktor berlian lab-grown yang beroperasi.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, industri berlian lab-grown terus berkembang dan menawarkan alternatif yang lebih berkelanjutan dan etis bagi konsumen di seluruh dunia.
Pada tingkat global, Asia mendominasi pasar berlian lab-grown. Negara-negara seperti Cina, India, dan Singapura menjadi penghasil utama berlian lab-grown dengan kualitas tinggi. Cina tercatat sebagai penghasil berlian lab-grown terbesar, menghasilkan sekitar 3 juta karat berlian setiap tahunnya. India, yang banyak menggunakan metode Carbon Vapor Deposition (CVD), juga memainkan peran penting dalam mengisi pasokan pasar dunia, dengan ekspor berlian lab-grown yang dipoles tumbuh sekitar 55 persen setiap tahun.
Menurut Gem & Jewelry Export Promotion Council (GJEPC), pasar berlian lab-grown di Asia Pasifik memiliki pangsa pasar sebesar 33,17 persen pada 2023, menunjukkan betapa besar adopsi teknologi ini di wilayah tersebut.
Lab-grown diamond di Indonesia, menarik perhatian Gen Z
Di Indonesia, pasar berlian lab-grown mulai menunjukkan geliat terhadap tren ini, sebab generasi muda semakin sadar lingkungan dan mempertimbangkan anggaran. Berlian lab-grown mulai mendapat tempat—sebagai simbol cinta yang tak hanya berkilau, tapi juga berprinsip.
Ada beberapa pemain yang menggali ceruk pasar ini, di antaranya Sol et Terre, yang didirikan oleh Chelsea Islan dan Veronica Pranata pada 2023. Sol et Terre bukan sekadar menawarkan cincin atau kalung, melainkan menggiring percakapan tentang nilai. Tentang bagaimana kemewahan bisa tetap bermakna tanpa harus menambang bumi, dan tentang bagaimana keindahan bisa dibentuk dari teknologi yang penuh tanggung jawab.
“Kami ingin membuat terobosan baru dengan fokus menciptakan rangkaian perhiasan berkualitas, menggunakan berlian lab-grown yang sustainable dan beretika,” ungkap Veronica.
“Saya mendirikan Sol et Terre sebagai langkah nyata dalam menangani dampak lingkungan dari industri pertambangan berlian,” ujar Chelsea Islan, menggambarkan visinya terhadap produk yang ramah lingkungan dan etis.
Sol et Terre menawarkan koleksi berlian lab-grown yang telah bersertifikasi dari GIA dan IGI, dengan komitmen untuk mendukung program sosial melalui kemitraan dengan organisasi seperti Plan International Indonesia dan Wahana Visi Indonesia. Meski begitu, untuk saat ini, semua berlian lab-grown di Indonesia masih diimpor, mengingat belum adanya fasilitas pembuatan berlian lab-grown lokal.
Desainer ternama Ivan Gunawan juga tak melewatkan peluang pasar lab-grown diamond dengan meluncurkan mereknya sendiri, Green Diamond. Dengan harga yang lebih terjangkau, Green Diamond bertujuan untuk mempermudah konsumen, terutama generasi muda, dalam memiliki perhiasan berlian berkualitas.
"Dengan koleksi berlian yang dikembangkan di laboratorium, kami semakin memudahkan orang-orang untuk merayakan momen berharga dalam hidup dengan cara yang etis dan elegan," ujar Ivan, saat peluncuran Green Diamond di Jakarta International Jewelry Fair 2025.
Berlian dalam koleksi ini dibuat dengan standar tinggi dan telah mendapatkan sertifikasi atas kejernihan serta kecemerlangannya. Bahkan, untuk berlian dengan cutting di atas 0,5 karat, Green Diamond telah mengantongi sertifikat dari International Gemological Institute (IGI). Koleksinya mencakup berbagai desain, mulai dari solitaire klasik hingga kreasi kustom yang lebih kontemporer, memastikan setiap pelanggan dapat menemukan simbol sempurna untuk cinta dan komitmen mereka.
Dari segi harga, koleksi brand ini dibanderol mulai dari Rp3 juta, menjadikannya lebih terjangkau bagi Gen Z dan millenial yang ingin memiliki perhiasan berlian berkualitas. Untuk kemudahan pembelian, pelanggan dapat memperoleh koleksi ini melalui official store Green Diamond atau dengan membuat janji temu untuk layanan home visit.
Selain kedua jenama itu, ada pula AZURR menyediakan koleksi perhiasan lab-grown diamond. Mereka menawarkan berbagai desain cincin pertunangan dan perhiasan siap pakai, baik dengan berlian lab-grown maupun alami, yang dapat disesuaikan dengan preferensi dan anggaran pelanggan .
Lalu, siapa yang paling meminati lab-grown diamond? Menurut Studi Real Weddings 2025 dari The Knot yang dirilis pada 26 Februari, penggunaan berlian jenis ini dalam cincin tunangan meningkat 6 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan naik 40 persen sejak 2019.
"Meningkatnya popularitas berlian buatan laboratorium dapat dikaitkan dengan kesadaran anggaran, nilai yang dianggap lebih baik, dan praktik produksi yang etis," ujar Lauren Kay, editor eksekutif The Knot, mengutip Fortune.com. Berlian ini merupakan pilihan yang baik dan layak bagi mereka yang tidak ingin mengorbankan ukuran batu karena keterbatasan anggaran.
Kilau berlian kini tak lagi harus menelan biaya selangit. Meningkatnya popularitas berlian buatan laboratorium telah menekan harga cincin tunangan global, dengan rata-rata kini turun menjadi US$5.200—lebih rendah 5,7 persen dari tahun lalu dan jatuh lebih dari 15 persen dibandingkan 2021. Dalam banyak kasus, cincin berlian alami bisa menguras dompet hingga 1,5 kali lipat lebih mahal dibanding versi laboratorium.
Di balik tren ini, pasar berlian lab-grown tumbuh cepat, terutama di Asia dan Amerika Utara. Meski masih dibayangi stigma dan tantangan kualitas, nilainya yang ramah anggaran dan lebih berkelanjutan membuatnya semakin diterima, termasuk oleh pasar Indonesia. Di negeri ini, generasi muda menjadi pendorong utama pergeseran arah: menggantikan warisan kemewahan lama dengan pilihan baru yang tak kalah berkilau tapi lebih bijak dan sadar zaman.