Jakarta, FORTUNE- Perusahaan merek mewah menghadapi tantangan besar dalam beradaptasi dan memahami preferensi unik Gen-Z, yang mana umumnya gaya merek dipengaruhi oleh media sosial dan tren fesyen padu padan.
Dilansir dari Reuters, Gen Z yang lahir antara tahun 1998 dan 2012 merupkan garda depan baru industri barang mewah. Kelompok ini menyumbang 4 persen terhadap total belanja barang mewah global sebelum pandemi dan 2030, kontribusinya diperkirakan bisa mencapai 25 persen, menurut Boston Consulting Group.
Para eksekutif, konsultan, dan analis mengatakan generasi ini lebih sulit diidentifikasi dibandingkan pendahulu mereka. Gen Z dipengaruhi oleh lanskap media sosial global dan cenderung memadupadankan barang dari merek ternama dengan merek yang lebih trendi, berbelanja di mana saja, mulai dari TikTok hingga toko barang bekas. Merek-merek lama yang mencoba menarik konsumen Gen Z telah menggunakan influencer, toko pop-up, dan barang-barang terjangkau seperti gantungan tas.
“Ada banyak kesamaan antara Gen Z di Shanghai, Los Angeles, dan London," kata Scott Roe, Kepala Keuangan dan Kepala Operasional perusahaan induk Coach, Tapestry.
Perusahaan mewah yang lebih terjangkau seperti Coach dan Ralph Lauren pendapatannya naik 6,8 persen dalam periode 12 bulan yang berakhir pada Maret - memanfaatkan pergeseran generasi ini. Para ahli mengatakan bahwa Coach telah mendapatkan kepercayaan dari Gen Z karena menggunakan influencer, layanan personalisasi, dan berfokus pada keberlanjutan. Total pendapatan Coach naik 9,9 persen menjadi sekitar US$5,6 miliar untuk periode 12 bulan yang berakhir pada bulan Juni.
Roe mengatakan bahwa Gen Z tidak kalah loyal terhadap merek dibandingkan generasi sebelumnya, tetapi lebih sulit bagi pemilik merek untuk menjangkau konsumen ini karena pembeli memiliki lebih banyak pilihan. "Untuk menembus pasar, Anda perlu memiliki pangsa pasar yang kuat."
Tapestry meningkatkan pengeluaran pemasarannya dari 3 persen dari penjualan sebelum pandemi menjadi 10 persen tahun ini, menurut laporan pendapatan bulan Mei, tanpa merinci besaran target pemasarannya secara khusus untuk Gen Z. Merek-merek bersaing ketat dengan merek-merek baru dan mapan yang lebih kecil seperti Collina Strada dan The Row milik Mary-Kate dan Ashley Olsen, yang naik dua peringkat ke posisi keenam dalam Indeks Lyst terbaru untuk merek-merek mewah terpopuler. Lyst, platform belanja fesyen global, melacak perilaku pembeli dan interaksi media sosial lebih dari 160 juta pengguna di situsnya dan merupakan "himpunan data terbesar dalam fesyen," menurut perusahaan tersebut.
Hillary Taymour, direktur kreatif Collina Strada, mengatakan mereka mulai menyasar Gen Z pada 2020 dengan iklan digital. Kini, Gen Z dan Milenial menyumbang 58 persen dari bisnis dan konsumennya. "Mereka memadukan keberlanjutan dengan estetika yang ceria dan berbasis meme," ujarnya, seraya menyebutkan "pemilihan pemain yang inklusif dan peragaan busana yang beragam" yang membuat audiens yang lebih muda merasa seperti bagian dari sebuah komunitas.