Bos PGN Ungkap Perkembangan Arbitrase dengan Gunvor

- PGN menghadapi gugatan arbitrase dari Gunvor Singapore Pte Ltd ke The London Court of International Arbitration (LCIA) terkait ketentuan Master LNG Sales & Purchase Agreement serta Confirmation Notice.
- PGN menyusun statement of defense sebagai langkah pembelaan dan telah menunjuk tim hukum baru yang dinilai lebih gigih dalam menangani sengketa ini.
- Potensi kerugian mencapai Rp22 triliun jika PGN terbukti melakukan willful misconduct, tetapi klaim yang diajukan Gunvor terakhir sebesar US$74 juta masih dalam proses penyelesaian.
Jakarta, FORTUNE - PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) tengah menghadapi gugatan arbitrase yang diajukan Gunvor Singapore Pte Ltd ke The London Court of International Arbitration (LCIA).
Adapun persoalan arbitrase yang diajukan Gunvor menyasar pada ketentuan Master LNG Sales & Purchase Agreement serta Confirmation Notice. Dalam perkara arbitrase ini, Gunvor sebagai pemohon dan PGN sebagai termohon.
Terkait tuntutan tersebut, Direktur Utama PGN, Arief Setiawan, mengatakan, perusahaan tengah menyusun statement of defense sebagai pembelaan. PGN telah menunjuk tim hukum baru yang dinilai lebih gigih dan berani dalam menangani sengketa ini. “Lawyer sebelumnya yang agak kurang berani lah,” kata Arief saat Rapat Dengar Pendapat dengn Komisi VI DPR-RI, Rabu (12/3).
Arief menjelaskan bahwa dalam kontrak 2024, PGN memiliki kewajiban untuk mengirimkan tujuh kargo LNG kepada Gunvor. Namun, dari tujuh kargo, hanya dua kargo pertama yang mengalami kegagalan pengiriman. Ketika PGN siap mengirimkan kargo ketiga, keempat, dan kelima, pihak Gunvor menolak menerima dengan alasan telah melakukan pengadaan LNG sendiri.
"Kondisinya sekarang ini boleh dibilang posisi PGN terelevasi sedikit. Mereka malah menolak kargo yang sudah siap dikirim dengan alasan sudah melakukan pengadaan sendiri. Padahal, dalam kontrak, Gunvor seharusnya membeli LNG dari kita dan menunjukkan pembeli mereka dengan sales purchase agreement (SPA)," ujar Arief.
Arief mengatakab, sesuai kesepakatan, pengiriman LNG seharusnya dilakukan ke Jepang. Namun, belakangan diketahui bahwa Gunvor mengalihkan pengiriman ke berbagai lokasi, termasuk Cina dan Korea. Hal ini semakin menguatkan posisi PGN dalam arbitrase yang berlangsung.
Potensi kerugian dan klaim gunvor
Terkait besaran nilai tuntutan, Arief menyampaikan bahwa ada spekulasi kerugian mencapai Rp22 triliun. Namun, menurutnya, nilai tersebut hanya berlaku jika PGN terbukti melakukan willful misconduct, yaitu mengabaikan kontrak secara keseluruhan tanpa upaya pemenuhan kewajiban.
Terakhir, Gunvor terakhir mengajukan klaim sebesar US$74 juta, meski proses penyelesaian masih berjalan.
"Ini belum final, dan kami akan terus memberikan update perkembangan kasus ini kepada Komisaris dan seluruh pihak terkait dari hari ke hari," tutur Arief.
Adapun dalam laporan keuangan per 30 September 2024, PGAS telah membentuk provisi atas kontrak LNG dengan Gunvor sebesar US$72,02 juta, naik dari posisi provisi yang dicadangkan tahun sebelumnya di level US$68,54 juta.
Dengan posisi dan argumentasi hukum yang kuat, PGN optimistis dapat menyelesaikan sengketa ini dengan baik.