Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sederet PR Industri Kripto di Tengah Masa Transisi Pengawasan

ilustrasi Kripto (unsplash.com/ Pierre Borthiry Peiobty)

Jakarta, FORTUNE - Sederet pekerjaan rumah (PR) menanti para pelaku dan regulator baru industri aset kripto di 2025. Apa saja dan bagaimana mereka harus bertindak?

Salah satunya, merealisasikan sinergi antara Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dengan Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD), setelah transisi pengawasan dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Direktur Utama PT Sentra Bitwewe Indonesia, Hamdi Hassyarbaini, menilai ultimatum OJK yang melarang LJK pada 2022 perlu direvisi agar sinergi itu bisa diwujudkan.

“OJK sebaiknya menyatakan kembali, semua LJK boleh memfasilitasi transaksi kripto. Karena ada beberapa bank yang menolak kami membuka rekening di mereka, mereka masih mengacu pada imbauan Pak Wimboh [Ketua Dewan Komisioner OJK saat itu],” katanya (13/2).

Tak hanya itu, hingga Februari, belum ada perusahaan asuransi yang bersedia menjamin dana investor kripto yang disimpan di PT Kustodian Koin Indonesia (ICC). Lebih lanjut, ada kans untuk mulai menawarkan aset kripto kepada para klien prioritas perbankan, sebagaimana yang dilakukan oleh DBS di Singapura.

Yang selanjutnya berkaitan dengan pasar menawarkan kripto sebagai instrumen investasi lewat sekuritas. Lalu, merilis ETF berbasis kripto (ETF kripto). Hamdi menyarankan, hal itu bisa dimulai dengan penawaran dalam porsi kecil.

OJK sendiri tengah mengkaji dan mendalami tentang opsi pengembangan tersebut. Namun, kajiannya masih dalam tahap awal.

Tantangan pajak

Tantangan lain berhubungan dengan perpajakan. Pajak untuk aset kripto berganda. Tidak seperti pajak efek saham yang hanya dikenakan PPh (0,1 persen) saat penjualan.

Selain itu, PAKD meminta kesetaraan dalam penerapan pajak antara pedagang lokal dan internasional. Jika berkaca pada data historis, transaksi kripto di Indonesia pada 2022 berjumlah Rp306,4 triliun, turun 64,35 persen (YoY) dari Rp859,4 triliun.

Selain karena kondisi pasar yang bearish, pemberlakuan PPN (0,11 persen) saat beli dan PPh (0,1 persen) saat jual, juga dinilai sebagai penyebab penurunan itu.

“Kenapa? Karena orang Indonesia juga bisa transaksi melalui exchange yang ada di luar, tak hanya lokal,” kata Hamdi.

Bahkan, survei dari Coinvestasi terhadap 1.086 responden (Desember 2023-Januari 2024) menunjukkan, Binance adalah exchange kripto tersering yang digunakan investor Indonesia (32,8 persen). Itu mengalahkan Indodax (16,6 persen), Tokocrypto (13,5 persen), dan Pintu (9,1 persen).

“Untuk yang lokal memang pajaknya lebih murah, sedangkan yang ilegal [tak terdaftar] internasional itu dua kalinya. Tapi penerapannya sampai sekarang tidak ada. Jadi exchange, misal Binance, mereka tidak akan kena pajak," kata Hamdi lagi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
pingit aria mutiara fajrin
Editorpingit aria mutiara fajrin
Follow Us