WIKA Harap Ada Pihak yang Menggantikan Posisinya di Whoosh

- WIKA berharap ada pihak yang menggantikan posisinya sebagai pemegang saham di proyek Whoosh.
- Perusahaan memegang dua peran sekaligus, sebagai investor dan kontraktor pelaksana.
- William menegaskan tekanan finansial WIKA semakin berat dengan rugi bersih Rp3,21 triliun hingga kuartal III-2025.
Bogor, FORTUNE - PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mengalami tekanan keuangan yang semakin kuat. Perusahaan konstruksi pelat merah itu berharap ada pihak yang dapat menggantikan posisinya sebagai pemegang saham pada Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Harapan yang disampaikan oleh Senior Manager of Corporate Relations WIKA, William, itu menegaskan posisi WIKA terlalu berat dipertahankan jika tidak kunjung ada solusi struktural.
Menurut William, WIKA saat ini memegang dua peran sekaligus. Pertama, sebagai investor melalui kepemilikan 32 persen saham di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) senilai Rp6,1 triliun.
Kedua, sebagai kontraktor pelaksana dengan tagihan cost overrun yang belum dibayarkan sebesar Rp5,9 triliun.
“Total uang WIKA di proyek ini hampir Rp12 triliun, yang kami harapkan bisa kembali,” kata dia di Bogor, Jawa Barat, Rabu (26/11).
Dua opsi penyelesaian keuangan itu saat ini tengah dibahas: restrukturisasi atau pengambilalihan porsi investasi dari para pemegang saham. Bagi WIKA, opsi yang paling realistis adalah keberadaan pihak yang bersedia mengambil alih porsi sahamnya di PSBI.
Di sisi kontraktor, WIKA pun mengharapkan percepatan pembayaran cost overrun. Pasalnya, dana tersebut dianggap penting untuk memperbaiki arus kas perusahaan.
Dia mengatakan potensi ketersediaan cash dari operasionalisasi Whoosh seharusnya dapat dimanfaatkan untuk membantu WIKA menggerus utangnya kepada kreditur.
“Beban bunga WIKA saat ini cukup besar dibandingkan penjualannya. Kalau pokok utang bisa turun, beban bunga juga otomatis menurun,” ujarnya.
Hingga kuartal III-2025, perseroan membukukan rugi bersih Rp3,21 triliun, berbalik dari laba Rp741,43 miliar pada periode sama tahun sebelumnya. Beban bunga dari kewajiban investasi pada proyek Whoosh mencapai Rp2 triliun per tahun, belum termasuk kewajiban pembayaran bunga obligasi dan sukuk yang jatuh tempo pada Februari 2025.
Kinerja operasional pun merosot tajam. Kontrak baru yang diperoleh hingga September 2025 hanya Rp6,19 triliun, anjlok 60 persen dari Rp15,58 triliun pada tahun sebelumnya.
Penjualan turun 27,55 persen menjadi Rp9,09 triliun, menekan likuiditas perusahaan. Arus kas operasi masih defisit Rp1 triliun, memburuk dari defisit Rp218,9 miliar pada periode sama tahun lalu.
Dengan tekanan utang, lemahnya penjualan, dan defisit arus kas, WIKA menilai pelepasan porsi investasi di Whoosh menjadi langkah rasional memulihkan kesehatan keuangan.
“Harapan kita dapat menurunkan pokok dari kreditnya, sehingga otomatis beban bunga ikut berkurang,” ujar Willia








