ADB Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Melambat pada 2025

- ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia dan Pasifik akan melambat menjadi 4,9% tahun ini.
- Perlambatan pasar properti di Cina menjadi faktor risiko domestik, sementara pertumbuhan tinggi terjadi di Asia Selatan dan Tenggara.
- ADB mendorong keterbukaan perdagangan dan investasi sebagai kunci ketahanan kawasan, dengan proyeksi perlambatan pertumbuhan hingga 2026.
Jakarta, FORTUNE - Asian Development Bank (ADB) baru saja mengeluarkan proyeksi terbarunya tentang laju pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia dan Pasifik yang sedang berkembang. Dalam Asian Development Outlook (ADO) edisi April 2025 yang dirilis hari ini, ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,9 persen sepanjang 2025. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun sebelumnya yang mencapai 5,0 persen.
Meskipun permintaan dari dalam negeri masih cukup kuat dan adanya lonjakan kebutuhan global akan semikonduktor (dipicu oleh perkembangan pesat kecerdasan buatan) turut mendukung aktivitas perekonomian, tantangan dari luar mulai terasa dampaknya.
Kenaikan tarif perdagangan dan ketidakpastian kebijakan global, terutama dari Amerika Serikat, menjadi ganjalan utama yang bisa menghambat laju pertumbuhan ekonomi di kawasan ini.
Bahkan, ADB memprediksi perlambatan ini kemungkinan akan berlanjut hingga 2026, dengan perkiraan pertumbuhan regional 4,7 persen. Kabar baiknya, inflasi di kawasan ini diperkirakan akan turun menjadi 2,3 persen pada tahun ini dan 2,2 persen pada tahun depan, seiring dengan harga pangan dan energi global yang mulai mereda.
Namun, ada satu hal penting yang perlu dicatat dari laporan ini. Proyeksi yang dibuat ADB ini disusun sebelum adanya pengumuman tarif baru oleh pemerintah AS pada 2 April lalu. Artinya, perkiraan dasar ADB belum sepenuhnya memperhitungkan dampak dari kebijakan tarif terbaru tersebut, meskipun analisis risikonya sudah dimasukkan.
“Meskipun ketahanan ekonomi kawasan masih kuat, perubahan yang cepat dalam kebijakan ekonomi dan perdagangan global—terutama dari Amerika Serikat—menjadi risiko utama bagi prospek pertumbuhan ke depan,” kata Kepala Ekonom ADB, Albert Park, dalam keterangan resmi, Rabu (9/4).
Albert menambahkan kenaikan tarif, ketidakpastian kebijakan yang dikeluarkan AS, dan potensi meningkatnya ketegangan geopolitik merupakan tantangan-tantangan besar yang perlu diwaspadai. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya negara-negara di Asia dan Pasifik untuk tetap berkomitmen pada keterbukaan perdagangan dan investasi sebagai kunci untuk menjaga ketahanan ekonomi kawasan.
Perlambatan sektor properti Cina
Selain faktor-faktor global, ADB juga menyoroti risiko yang berasal dari dalam negeri, khususnya dari melambatnya pasar properti di Republik Rakyat Cina (RRC), yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar di kawasan ini. Pertumbuhan ekonomi RRC diperkirakan hanya akan mencapai 4,7 persen pada tahun ini dan 4,3 persen tahun depan—menurun dibandingkan 5,0 persen pada 2024.
Meski demikian, gambaran ekonomi di kawasan Asia tidak sepenuhnya suram. Pertumbuhan yang lebih tinggi justru diperkirakan akan terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara, yang didukung oleh kuatnya permintaan domestik serta pulihnya sektor pariwisata.
India, sebagai penggerak utama ekonomi di Asia Selatan, diproyeksikan akan tumbuh 6,7 persen pada tahun ini dan 6,8 persen pada 2026. Sementara itu, kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, diprediksi akan tumbuh stabil pada 4,7 persen untuk dua tahun ke depan.
Di kawasan Kaukasus dan Asia Tengah, perlambatan ekonomi juga terlihat akibat lemahnya permintaan dari luar negeri. Pertumbuhan di kawasan ini diperkirakan 5,4 persen pada 2025, turun dari 5,7 persen pada tahun lalu. Sementara di wilayah Pasifik, sektor pariwisata masih menjadi andalan utama meskipun dengan laju pertumbuhan yang melambat—dari 4,2 persen pada tahun lalu menjadi 3,9 persen tahun ini dan 3,6 persen tahun depan.
Sebagai lembaga pembangunan multilateral yang telah berdiri sejak 1966 dan memiliki 69 anggota (49 di antaranya berasal dari Asia dan Pasifik), ADB terus berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di seluruh kawasan.