Bank Permata Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi di Atas 5%, Simak Katalisnya

Jakarta, FORTUNE - Meskipun daya beli masyarakat Indonesia tengah mengalami tekanan pada awal tahun ini, tapi perekonomian nasional diproyeksi tetap solid dalam satu tahun ke depan.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada 3 Maret 2025 mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) turun atau mengalami deflasi 0,48 persen secara bulanan, dan 0,09 persen secara tahunan.
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, mengatakan Indonesia masih memiliki peluang pertumbuhan ekonomi yang stabil, dengan proyeksi sedikit di atas 5 persen.
Menurutnya, pemerintah masih aktif mendorong daya beli melalui berbagai insentif, seperti diskon listrik pada awal tahun untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat. Pemerintah juga mendorong penciptaan lapangan pekerjaan, terutama pada sektor formal.
“Ini diharapkan dapat mengalihkan pengeluaran ke sektor lain yang mendorong konsumsi," ujar Josua dalam acara public expose Bank Permata, Jumat (7/3).
Selain itu, konsumsi domestik dan ekspansi investasi akan menjadi motor utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025.
“Pemerintah diharapkan mampu menjaga daya saing ekspor untuk mengimbangi tekanan akibat melemahnya permintaan global di tengah naiknya risiko perang dagang,” katanya.
Di sisi lain, faktor musiman bulan Ramadan dan Idulfitri biasanya secara historis akan meningkatkan konsumsi masyarakat dan membawa dampak positif terhadap daya beli dan dan mendorong inflasi.
Maka dari itu, ia tetap optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi, apalagi program-program prioritas pemerintah yang berfokus ke sektor perumahan dan investasi, sehingga berpotensi menciptakan lapangan kerja.
Prospek Rupiah
Dari sisi nilai tukar rupiah, Josua memperkirakan pergerakan rupiah tahun ini tidak akan jauh berbeda dari tahun lalu. Tantangan utama pun masih berasal dari sisi eksternal, khususnya kebijakan perdagangan Amerika Serikat serta potensi perang dagang yang masih menjadi ancaman.
Bank Indonesia diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,75 persen hingga akhir tahun. Inflasi juga diprediksi tetap terkendali pada rentang 2,0–2,5 persen.
“Kami melihat rupiah di tahun ini mungkin pergerakannya akan sama dibandingkan dengan tahun lalu,” katanya.
Namun, ia menilai kebijakan dalam negeri, seperti penerapan kewajiban penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam, dapat membantu meningkatkan suplai valuta asing di dalam negeri.
"Jika kebijakan ini berjalan sesuai harapan, potensi tambahan devisa bisa mencapai US$60 miliar-80 miliar pada tahun ini, yang akan memberikan dampak positif [terhadap rupiah]," ujarnya.
Karena kondisi perekonomian global masih penuh ketidakpastian, berbagai inisiatif kebijakan domestik diharapkan mampu menopang daya beli masyarakat serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia.