NEWS

KKP Terus Dorong Payung Hukum Penangkapan Ikan Terukur

Salah satunya ada di PP Nomor 85 Tahun 2021.

KKP Terus Dorong Payung Hukum Penangkapan Ikan TerukurANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww
14 October 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan penangkapan ikan terukur pada 2022. Nantinya, zona penangkapan ikan dibagi menjadi tiga, yakni zona penangkapan ikan bagi kegiatan industri sebanyak 7 Wilayah Pengelolaan Perikanan/WPP (711, 572, 573, 716, 717, 718, dan 715), zona khusus nelayan (WPP 571, 712, dan 713), dan zona pengembangbiakan ikan di WPP 714.

Pembagian ini diturunkan lagi menjadi 3 klasifikasi kuota, yaitu kuota industri dengan pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dalam sistem kontrak, kuota bagi nelayan kecil, serta kuota untuk kegiatan hobi dengan PNPB yang dibebankan pada perusahaan penyedia tempat pemancingan.

“Sementara aturan mengenai penangkapan ikan terukur akan kita dorong dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Ini akan menjadi payung hukum yang lebih kuat untuk pelaksanaan di lapangan nanti,” ujar Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Muhammad Zaini, dalam rilis KKP, Kamis (14/10).

Variabel penentu PNPB subsektor perikanan tangkap

Konsep penangkapan ikan terukur dan tata cara penarikan sistem kontrak terkandung dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Trian Yunanda, mengatakan ada tiga variabel penentu PNBP subsektor perikanan tangkap. Variabel ini meliputi penentuan tarif dari Kementerian Keuangan, Harga Patokan Ikan (HPI), dan produktivitas kapal penangkapan ikan yang dikeluarkan KKP.

Untuk menentukan HPI dan produktivitas tersebut, kata Trian, KKP menggunakan data dua tahun terakhir yang dikumpulkan dari 124 pelabuhan perikanan di Indonesia. Menurutnya dalam rilis KKP, data tersebut tidak mungkin dimanipulasi karena KKP diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Nah, jadi terkait HPI ini, terakhir ditetapkan tahun 2011 dengan basis data 2010. Jadi ini sudah 10 tahun tidak ada penyesuaian. Kita enggak bisa memanipulasi harga itu, tentunya 10 tahun harga-harga sudah naik, inflasi dan tentunya kita harus melakukan penyesuaian,” ujarnya.

Aturan yang berlaku adalah wujud keadilan bagi semua pihak

Ketua II Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI), Dwi Agus Siswa Putra, mengatakan PP 85/2021 lebih bagus dari PP 75/2015 karena memberikan peluang besar terhadap keberpihakan perekonomian pelaku usaha. Meski demikian, perlu adanya pengkajian ulang pada Pasal 2 Ayat 6 terkait  produktivitas kapal penangkapan ikan dan Ayat 7 mengenai harga patokan ikan.

"Kami hanya meminta KKP, bagaimana kita berdiskusi untuk mendapatkan hal yang bisa sama-sama diterima. Apapun yang terjadi kami tetap ke laut, siapa tau dengan naiknya ini kami buang pancing hasilnya juga naik, jadi bisa menutup semuanya," kata Dwi.

Sementara itu, Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto, menegaskan bahwa evaluasi harga patokan ikan dan produktivitas kapal penangkapan ikan merupakan wujud keterbukaan Menteri Kelautan dan Perikanan.

“Tapi harus diingat bahwa semangat hadirnya aturan yang dibuat adalah untuk menjaga sumber daya alam perikanan kita berkelanjutan. Aturan ini juga wujud keadilan bagi semua pihak, antara negara dan masyarakat yang selama ini memanfaatkan sumber daya alam perikanan yang ada,” ujar Doni.

Related Topics