Cegah Kericuhan, Penyelenggara Acara Perlu Perhatikan Faktor Ini
Pengendalian massa perlu menjadi perhatian penyelenggara.
Jakarta, FORTUNE – Beberapa waktu terakhir, lini masa dikejutkan dengan berita tragedi dan jatuhnya korban jiwa dalam jumlah besar dalam penyelenggaraan acara besar, seperti pertandingan sepak bola di stadion Kanjuruhan hingga perayaan halloween di Itaewon, Korea Selatan.
Ada sejumlah faktor yang harus diperhatikan para penyelenggara acara, agar tragedi serupa tak terulang dan meminimalisir terjadinya kericuhan.
Direktur Utama PT Java Festival Production, Dewi Gontha, mengatakan ada beberapa perhitungan dan persiapan yang perlu dilakukan pihak penyelenggara acara, salah satunya pengendalian massa (crowd control). Selain itu, penyelenggara harus menghitung jumlah pengunjung dengan kemampuan kapasitas venue agar massa yang hadir tak membeludak.
“Jika ruangannya sudah diperhitungkan dan cukup bagi massa yang hadir, tapi dipikir nggak jalur keluar masuknya, bagaimana mengatur keluar dan masuk, karena itu berpengaruhnya ke banyak hal, bukan hanya masalah penonton, namun juga jadwal acara,” katanya saat dihubungi Fortune Indonesia, Senin (31/10).
Menurut Dewi, bisa dipahami bila masyarakat sangat antusias untuk hadir dalam sebuah acara semacam festival, setelah sekian lama terkungkung oleh berbagai pembatasan di masa pandemi.
Dari sisi penyelenggara, hal ini juga bisa dimengerti sebagai peluang untuk menghasilkan pemasukan dan keuntungan bagi perusahaan. “Tapi, kalau akhirnya jadi bermasalah, jadinya tidak maksimal juga, malah jadi lebih amburadul,” katanya.
Pentingnya pengaturan jalur
Dalam pengendalian massa, kata Dewi, kesiapan jalur tempat berlangsungnya acara dan jalur evakuasi merupakan salah satu hal utama yang harus dipersiapkan. “Mungkin banyak orang yang akan marah karena jalur banyak yang ditutup, tapi itu semua kan sudah dipersiapkan, terutama untuk keamanan pengunjung dalam jumlah yang sangat besar,” ucapnya.
Berkaca pada tragedi yang terjadi di Itaewon, Dewi mengatakan situasi yang terjadi bisa saja dikarenaka jumlah massanya besar, namun tidak diperhitungan mengenai jalur yang digunakan untuk orang berlalu lalang. Hal ini mengakibatkan terjadinya ‘bentrok’ dari banyak arah di jalan yang sempit bisa sangat bahaya.
“Seharusnya sih, walau saya nggak tahu kondisinya di sana, mungkin di ujung-ujung gang-gang tersebut, seharusnya ada pengaturan,” ujarnya.
Dewi berpendapat bahwa konsep buka-tutup bisa diterapkan sebagai solusi pengendalian massa yang membeludak. “Kalau udah penuh (jalur) ditutup, kalau sudah longgar bisa dibuka kembali. Seperti saat macet saat berkendara di jalan, itu juga berlaku juga di orang,” katanya. “Memasang barikade yang kadang menyebalkan itu, ada tujuannya, bukan sekadar buat orang susah.”
Lebih dari sekadar keamanan
Menurutnya, masalah keamanan dan pengendalian massa sebenarnya bukan hal yang baru, karena setiap penyelenggara acara besar pasti sudah memikirkan hal ini sejak acara masih dalam tahap perencanaan. Namun, pengendalian massa bukan sekadar masalah keamanan, tapi juga manajemen yang saling terintegrasi dengan bidang lain semisal ticketing, penjadwalan acara, dan bagian lainnya.
“Misalnya, kita udah tahu momen peak kisarannya ada pada jam sekian. Pada saat jam tersebut, teman-teman panitian standby secara optimal, bahkan ada back-up yang menjaga di beberapa jalur, untuk melancarkan alur pengunjung acara,” kata Dewi.
Bahkan, untuk acara yang berlangsung seharian, seperti Java Jazz, jam-jam orang makan juga harus diperhitungkan, supaya tidak terjadi penumpukkan dan acara pun bisa tetap berjalan dengan nyaman. Dalam pengendalian massa ini, panitia pun tidak hanya bekerja sendiri, namun juga bisa bekerja dengan vendor atau pihak aparat, seperti kepolisian.
Kerja sama itu perlu
Dewi menegaskan, untuk menjamin keamanan sebuah acara, kerja sama dengan berbagai pihak menjadi faktor penting. Masukan dari pihak-pihak berwenang pun harus dipatuhi dan dijadikan acuan dalam menerapkan berbagai keputusan. Bahkan bila perlu dilakukan simulasi jauh hari sebelum acara berlangsung.
“Hal standar lain yang harus diterapkan adalah pengumuman bagi semua pengunjung, tentang informasi pintu keluar, titik temu dalam kondisi darurat, lokasi pos medis, itu setiap kakmi mau mulai harus terus diinfomasikan melalui berbagai cara,” tutur Dewi.
Dalam kerja sama ini, menurut Dewi, pihak panitia dan penyelenggara merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas segala hal. Para vendor dan rekanan juga perlu diinformasikan bila ada pengunjung yang butuh informasi dapat langsung bertanya ke pihak panitia.
“Mungkin pada saat briefing, ini kayak nggak ada artinya, tapi saat acara, informasi-informasi ini akan sangat terpakai,” katanya.