NEWS

Biden Ancam Kenakan 'Windfall Tax' ke Perusahaan Minyak AS

Perusahaan minyak AS tak kunjung bantu turunkan harga BBM.

Biden Ancam Kenakan 'Windfall Tax' ke Perusahaan Minyak ASPresiden Amerika Serikat Joe Biden. ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque
02 November 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menuduh perusahaan minyak "mencari untung dari perang" dan mengancam bakal segera mengenakan pajak windfall dan memotong insentif. Di hadapan wartawan, Senin (1/11), ia mengkritik perusahaan-perusahaan tersebut karena enggan membantu pemerintah menurunkan harga di pom bensin AS, kendati mereka mendapat laba jumbo di tengah terbatasnya pasokan di tengah Rusia-Ukraina.

Biden mengaku telah meminta Kongres untuk mengenakan pajak tersebut jika perusahaan minyak tak kunjung menginvestasikan keuntungannya untuk menekan biaya energi konsumen AS.

Peringatan itu ia lontarkan hanya beberapa hari sebelum pemilihan paruh waktu 8 November. “Tim saya akan bekerja dengan Kongres untuk melihat opsi-opsi ini yang tersedia bagi kami dan orang lain,” kata Biden seperti dikutip Fortune.com.

“Sudah waktunya bagi perusahaan-perusahaan ini untuk menghentikan pencatutan perang, memenuhi tanggung jawab mereka di negara ini dan memberi istirahat kepada rakyat Amerika dan masih melakukannya dengan sangat baik.”

Salah satu raksasa minyak yang dibidik pemerintah AS adalah ExxonMobil. Pada kuartal ketiga tahun ini, mereka telah membukukan pendapatan US$19,7 miliar.

Ada pula Irving, perusahaan minyak berkantor pusat di Texas, yang hingga saat ini belum berinvestasi dalam peningkatan produksi. Mereka telah mencatat rekor keuntungan tetapi malah menggunakannya untuk melakukan buy-back saham dan membagi dividen jumbo kepada investor.

Perusahaan minyak lain yang jadi sasaran adalah Chevron. Dengan laba US$11,23 miliar pada kuartal ketiga, mereka mencetak rekor keuntungan baru setelah mencapainya pada kuartal kedua.

Selama dua kuartal terakhir, ExxonMobil, Chevron, Shell, BP, ConocoPhillips, dan TotalEnergy tercatat memperoleh laba lebih dari US$100 miliar—lebih dari yang mereka peroleh sepanjang tahun lalu, dan lebih dari dua setengah kali lipat dari yang mereka peroleh di kuartal yang sama tahun 2021.

Menurut Biden, rekor keuntungan tersebut bukan lantaran mereka melakukan sesuatu yang baru atau inovatif. “Keuntungan mereka adalah rejeki nomplok perang, rejeki nomplok untuk konflik brutal yang melanda Ukraina dan melukai puluhan juta orang di seluruh dunia," tuturnya.

Sementara itu, harga tinggi BBM yang tinggi di pom bensin telah memperburuk inflasi AS dan merugikan posisi Biden serta partainya, Demokrat, di antara para pemilih. Untuk membereskan hal itu, mau tak mau kongres harus menyetujui pajak tambahan dalam bentuk apa pun.

Kendati demikian, ini bukan langkah yang mudah sebab m Demokrat memiliki kendali sempit atas DPR dan Senat—bahkan lebih kecil kemungkinannya jika Partai Republik merebut kembali satu atau kedua kamar pada 8 November.

Inflasi Memburuk

Sebagai informasi, masyarakat AS telah mengalami pukulan daya beli akibat melonjaknya harga dalam beberapa bulan terakhir. Untuk satu galon bensin—sekitar 3,78 liter—mereka harus membayar lebih dari US$ 4,80 pada awal Juli. 

Memang mulai ada penurunan harga menjadi rata-rata sebesar US$3,76 per galon secara nasional. Tetapi, Gedung Putih menilai harga tersebut masih terlalu tinggi mengingat penurunan harga minyak global telah berlan lebih curam dalam periode yang sama.

“Saya tidak percaya harus mengatakan ini, tetapi memberikan keuntungan kepada pemegang saham tidak sama dengan menurunkan harga untuk keluarga Amerika,” tweet Biden pada hari Jumat.

Biden telah mengkritik besarnya keuntungan perusahaan energi setidaknya sejak Juni, ketika dia mengeluh secara terbuka bahwa “Exxon menghasilkan lebih banyak uang daripada Tuhan tahun ini.”

Ancaman Biden terhadap pajak rejeki nomplok (windfall tax) pada perusahaan energi mengikuti seruan oleh politikus Demokrat yang dikenal progresif, termasuk Bernie Sanders dan Elizabeth Warren. Selain itu, pekan lalu Gubernur California Gavin Newsom meminta Kongres untuk mengenakan pajak atas keuntungan perusahaan minyak. 

“Harga minyak mentah turun tetapi perusahaan minyak dan gas telah mendongkrak harga di pompa di California. Ini tidak bertambah, ”kata Newsom pada hari Jumat. “Kami tidak akan berdiam diri sementara perusahaan minyak yang rakus menipu orang California. Sebaliknya, saya menyerukan pajak rejeki nomplok untuk memastikan keuntungan minyak berlebih kembali untuk membantu jutaan orang California yang ditipu.”

Pada Mei silam, DPR yang dikendalikan Demokrat sebenarnya telah meloloskan RUU yang memberi wewenang kepada Komisi Perdagangan Federal untuk menghukum perusahaan yang terlibat dalam penipuan harga dan menambahkan unit baru di FTC untuk memantau pasar bahan bakar. 

Namun, RUU itu terhenti di Senat. Ingga saat ini, kelanjutannya masih menunggu keputusan Ketua Komite Perdagangan Senat Maria Cantwell, D-Wash., untuk melakukan pemungutan suara.

“Inilah tipe kepemimpinan yang kami tunggu-tunggu dari Presiden Biden,” kata Jamie Henn, juru bicara kelompok 'Stop the Oil Profiteering', sembari menyarankan agar pajak windfall diarahkan ke kantong pekerja untuk membantu mereka di tengah tingginya harga bensin.

Penolakan Industri

Di sisi lain, kelompok-kelompok industri minyak menyatakan keberatannya atas prospek pajak windfall. CEO Dewan Eksplorasi & Produksi Amerika Anne Bradbury, misalnya, mengatakan hal tersebut "kemungkinan akan menjadi bumerang dengan semakin menaikkan biaya energi untuk keluarga dan bisnis Amerika."

Mike Sommers, presiden dan CEO American Petroleum Institute, menyarankan pemerintah Biden agar lebih serius menangani ketidakseimbangan pasokan dan permintaan yang telah menyebabkan harga gas lebih tinggi dan menciptakan tantangan energi jangka panjang, "daripada mengambil kredit untuk penurunan harga dan menyalahkan kenaikan harga."

“Hari ini, Presiden mengusulkan untuk menaikkan pajak atas gas alam dan industri minyak AS yang bersaing secara global untuk memproduksi bahan bakar yang dibutuhkan orang Amerika setiap hari. Perusahaan minyak tidak menetapkan harga—pasar komoditas global yang melakukannya.”

Related Topics