NEWS

Diplomasi Vaksin, Tiongkok dan AS Transfer Teknologi ke Asia Tenggara

Mulai ada perusahaan uji coba vaksin, meski belum berizin.

Diplomasi Vaksin, Tiongkok dan AS Transfer Teknologi ke Asia TenggaraIlustrasi vaksin Covid-19. (Pixabay)

by Hendra Friana

28 September 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Diplomasi vaksin oleh Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) memasuki babak baru setelah perusahaan farmasi mereka melakukan transfer teknologi ke produsen lokal di Asia Tenggara. Langkah ini disambut baik karena mendorong perusahaan farmasi lokal untuk bisa memproduksi vaksin, tak hanya sekadar pengiriman suntikan virus corona yang siap pakai.

Mengutip Nikkei Asia, Beberapa perusahaan bahkan telah mulai menguji vaksin di Asia Tenggara yang belum mendapatkan izin di negara tempat mereka diproduksi.

Agustus lalu, misalnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan PT Etana Biotechnologies Indonesia akan mulai memproduksi vaksin mRNA—jenis yang sama yang dikembangkan oleh Pfizer dan Moderna—pada bulan Juli.

Etana menerima bantuan teknologi dari produsen obat China Walvax Biotechnology. Perusahaan Indonesia saat ini sedang melakukan uji coba Fase 3, dengan target untuk mencapai produksi 70 juta dosis per tahun.

Sebagai catatan, lebih dari 80 persen vaksin yang telah diamankan di Indonesia berasal dari perusahaan Tiongkok, Sinovac Biotech. Namun, vaksin tersebut dinilai kurang efektif dibandingkan suntikan mRNA, dan pemerintah Indonesia bergegas untuk mengamankan lebih banyak dosis Pfizer dan Moderna.

Vaksin Sinovac dan Sinopharm juga merupakan pilihan yang paling umum tersedia di daratan Tiongkok. Walvax sedang berupaya mendapatkan persetujuan untuk pemotretan mRNA di sana.

Tak Hanya China dan AS

Terletak di jantung Indo-Pasifik, Asia Tenggara telah muncul sebagai garis depan diplomasi vaksin. Tiongkok telah memberikan 190 juta dosis kepada anggota ASEAN pada pertengahan September.

Dalam hal transfer teknologi, Tiongkok secara khusus memang berfokus pada Indonesia, kontributor utama ekonomi dengan populasi terbesar di Asia Tenggara. Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi telah menyatakan harapan bahwa Indonesia akan menjadi pusat produksi untuk wilayah tersebut.

Sementara itu, AS sedang mengejar ketertinggalan dengan bantuan mitra-mitranya di kawasan. Dynavax Technologies yang berbasis di AS pekan lalu menandatangani nota kesepahaman dengan PT Bio Farma (Persero) yang memungkinkan kedua perusahaan bersama-sama mengembangkan vaksin menggunakan protein rekombinan.

Arkturus Therapeutics, perusahaan farmasi dari San Diego, California, sedang bersiap untuk memproduksi vaksin mRNA dalam kemitraan dengan konglomerat Vietnam terkemuka Vingroup. Rabu pekan lalu, uji coba fase pertama vaksin tersebut telah dirampungkan. Sementara ujicoba fase kedua bakal bakal dimulai dengan orang-orang yang memiliki karakteristik serupa dengan orang-orang yang menjadi sasaran vaksin baru tersebut.

Perusahaan bertujuan untuk memulai produksi di pabrik baru di Hanoi pada awal 2022, dan mencapai hingga 200 juta dosis per tahun.

Di luar pemain Tiongkok dan AS, Shionogi Jepang juga ingin melakukan uji coba Fase 3—uji coba terakhir yang melibatkan ribuan orang sebelum vaksin diberikan kepada publik—di Vietnam dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, dan sedang berupaya untuk mentransfer teknologinya ke pasar ini .

Siam Bioscience, yang dimiliki oleh Raja Thailand Maha Vajiralongkorn, pada Juni lalu mulai memproduksi vaksin AstraZeneca dengan total kapasitas setengah dari vaksin di Thailand dibuat di China. Sedangkan pemerintahnya sendi berupaya mendiversifikasi pasokannya sebagai persiapan untuk rejimen dosis campuran.