NEWS

Kriteria Kendaraan yang Tak Boleh Beli Pertalite dan Solar

Aturan terkait kriteria kendaraan akan diatur lewat Perpres.

Kriteria Kendaraan yang Tak Boleh Beli Pertalite dan SolarMobil mengisi BBM non-subsidi di SPBU. (dok. Pertamina)
30 June 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah bakal memperinci kriteria kendaraan yang berhak mendapatkan subsidi BBM jenis Pertalite dan Solar melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) nomor 191 tahun 2014. Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, mengatakan salah satu ukurannya adalah kendaraan roda empat di bawah 2.000 CC.

Kemudian untuk kendaraan roda dua, larangan pembelian Pertalite menyasar motor di atas 250 CC. Menurutnya, pembatasan tersebut dilakukan karena pemilik kendaraan dengan kriteria tersebut masuk ke dalam golongan masyarakat mampu.

"Itu mobil pelat hitam masih bisa kecuali yang di atas 2.000 cc, termasuk motor mewah," ujarnya dalam Webinar Virtual 'Generating Stakeholders Support For Achievieng Effectiveness of Duel and LPG Subsidies', Rabu (29/6).

BBM subsidi jenis Solar akan dibatasi pembeliannya untuk semua kendaraan pribadi pelat hitam, kecuali angkutan barang bak terbuka.

"Kita masukkan ke sini karena banyak saudara kita yang melakukan usaha roda empat bak terbuka di kampung-kampung, kalau nanti ini kita batasi akan menyulitkan. Jadi, kita kecualikan," jelasnya seraya menambahkan bahwa kendaraan umum, "angkutan orang pelat kuning juga masih diberikan JBT solar."

Urgensi revisi Perpres

Dalam kesempatan sama, Direktur Pemasaran Regional Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, menjelaskan revisi Perpres 191/2014 diperlukan untuk memastikan penyaluran BBM bersubsidi lebih tepat sasaran. 

Pasalnya, peningkatan volume subsidi selama ini lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu ketimbang masyarakat tidak mampu. "Jadi, jangan sampai masyarakat kaya menikmati lebih besar dari masyarakat miskin," ujarnya.

Kriteria kendaraan yang berhak menerima subsidi juga diperlukan karena sebelumnya Perpres tersebut tidak mengatur segmentasi sasaran penerima subsidi dengan lebih mendetail.

Untuk mencegah kelangkaan akibat kenaikan permintaan dan keterbatasan kuota BBM bersubsidi, revisi aturan tersebut menjadi sangat krusial.

"Mungkin Perpres 191/2014 waktu itu condong situasi segmentasinya, tetapi dengan kondisi masyarakat dan pasar berubah itu situasi berbeda. Sehingga kami dengan adanya BPH migas terlibat dalam perumusan revisi Perpres agar segmentasi pengguna menjadi lebih jelas karena demand-nya meningkat," katanya.

Related Topics