NEWS

Sri Mulyani Ramal Inflasi 2022 Bisa Tembus 4,5 Persen

Inflasi bisa gerus prospek pertumbuhan ekonomi tahun ini.

Sri Mulyani Ramal Inflasi 2022 Bisa Tembus 4,5 PersenMenteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/9). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.
01 July 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tekanan inflasi pada semester II tahun ini akan meningkat dan turut mengerek proyeksi inflasi 2022 secara keseluruhan. 

"Inflasi sedikit mengalami tekanan semester II di kisaran 3,5 persen-4,5 persen. Di di keseluruhan tahun ada dibdalam range 3,5 persen sampai 4,5 persen," ujarnya dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR, Jumat (1/7).

Tekanan inflasi juga dikhawatirkan dapat menggerus proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di akhir tahun. Sebab, dua kontributor utama produk domestik bruto (PDB) Indonesia yakni konsumsi rumah tangga dan investasi sangat rentan dengan kenaikan harga-harga.

"Konsumsi masyarakat yang akan terus pulih namun harus kita lihat hati-hati karena kecenderungan inflasi bisa menggerus dukungan pertumbuhan konsumsi rumah tangga kita," tuturnya. "Juga dari sisi investasi, kemungkinan bisa tergerus kalau cost of fund (naik)!karena inflasi yang menyebabkan interest rate naik," imbuhnya. 

Bahkan sejumlah lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF juga telah menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Tahun ini menurut Bank Dunia proyeksinya ke 5,1 persen tahun ini agak sedikit menurun. Dan untuk IMF juga koreksi ke bawah di 5,4 persen," tuturnya.

Meski demikian, Sri Mulyani tetap optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini akan tetap berada pada kisaran 4,9 persen hingga 5,4 persen. "Tahun depan kedua institusi tersebut (Bank Dunia dan IMF) memprediksi ekonomi Indonesia lebih baik masing-masing 5,3 persen dan IMF 6,0 persen," jelasnya.

Ancaman resesi AS

Selain inflasi domestik, kata Sri Mulyani, tantangan terbesar yang menghantui Indonesia dan berbagai negara lain di dunia pada semester kedua tahun ini adalah resesi di Amerika Serikat 

"Hampir semua pandangan ekonomi dan policy maker mengatakan bahwa resesi di AS jadi kemungkinan yang tidak bisa dihindarkan," tuturnya.

Dengan situasi ini, kata Sri Mulyani, pemerintah akan memusatkan level dan sumber risiko yang berasal dari volatilitas sektor keuangan akibat adjustment atau perubahan kebijakan moneter di Amerika Serikat.

"Kalau kita lihat dari sisi sektor keuangan kita lihat US Treasury sudah mengalami kenaikan di level bahkan 3,21 untuk yang majurity 10 tahun dan dolar indeks mengalami penguatan 104 persen, CDS 5 tahun dan spread SBN kita dalam hal ini juga kemudian mengalami kenaikan," terang Bendahara Negara

Tak hanya itu, aliran modal asing ke Indonesia juga ikut terpengaruh oleh penyesuaian kebijakan yang terjadi di AS. Saat ini, total arus modal Indonesia sudah berada di teritori negatif 94,16 persen.

Ini terutama disebabkan oleh arus keluar modal asing (net outflow) pada surat berharga negara hingga ke level negatif 193,35 persen. Sementara di pasar saham masih tercatat net inflow 99,19 persen. "Jadi untuk bond holder yang menurun harus kita sikapi dengan strategi fiskal yang harus hati-hati, karena kita tidak bisa lagi mengandalkan permintaan dan stabilitas yang berasal dari foreign demand," imbuhnya 

Karena itu lah, lanjut Sri Mulyani, strategi fiskal yang dirancang pemerintah harus juga memberikan ruang bagi bank Indonesia melakukan stabilisasi moneter. 

"Langkah BI dan kementerian keuangan akan semakin dilihat oleh market apakah kita akan berjalan secara sinkron dan bersama bisa mengelola pemulihan ekonomi yang terjaga namun juga stabilitas yang akan tetap kita pertahankan," pungkasnya.

Related Topics