Gula Rafinasi Disulap Jadi Konsumsi, Mendag Janji Akan Benahi

- Tata niaga gula nasional akan diperketat setelah praktik pengoplosan gula terungkap.
- Aturan akan segera diperbaiki demi mencegah peredaran gulavit atau gula bervitamin.
- BUMN pangan, ID Food dan PT Sinergi Gula Nusantara, kesulitan menjual gula petani.
Jakarta, FORTUNE – Pemerintah berkomitmen memperketat tata niaga gula nasional usai terungkapnya praktik pengoplosan gula kristal rafinasi (GKR) menjadi gula konsumsi. Temuan tersebut berdasar atas laporan Satgas Pangan Polri sepanjang 2025. Dari 30 merek gula yang diuji di laboratorium, enam di antaranya terbukti menggunakan bahan baku GKR.
Menurut Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, aturan akan segera diperbaiki demi mencegah peredaran gulavit atau gula bervitamin yang sejatinya berasal dari GKR.
“Terdapat indikasi dari ICUMSA maupun komposisi terbukti berbahan baku gula kristal rafinasi,” kata Budi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (29/9), seraya menyebut akronim ICUMSA yang merupakan kependekan dari Komisi Internasional untuk Metode Seragam Analisis Gula (International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis).
Budi menegaskan praktik ini menyalahi aturan. Dasar perkataan tersebut adalah Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 2024, yang di antara isinya terkait penetapan GKR hanya untuk penggunaan bagi kebutuhan industri, bukan konsumsi langsung.
Larangan itu juga diperkuat Permendag Nomor 17 Tahun 2022 yang menegaskan GKR tidak boleh langsung didistribusikan ke masyarakat.
"Hasil ini telah dilakukan pemeriksaan ke seluruh perusahaan importir gula dan masih dalam tahap penyelidikan dalam rangka antisipasi rembesan gula rafinasi," ujar Budi.
Kemendag menemukan setidaknya tiga indikasi pelanggaran dalam kasus gulavit.
Pertama, gula kristal putih (GKP) yang beredar ternyata berbahan baku GKR.
Kedua, praktik ini menekan serapan gula petani karena pasokan GKP oplosan membanjiri pasar.
Ketiga, merek-merek tersebut ironisnya memiliki izin edar dan sertifikat SNI sebagai GKP.
“GKR itu untuk industri, tapi di lapangan ditemukan gulavit. Artinya, GKR dicampur dengan bahan kimia tertentu hingga seolah menjadi GKP. Praktik seperti ini yang nanti akan kita larang melalui revisi Permendag,” kata Budi.
Ia memastikan, aturan baru akan memasukkan klausul tegas pelarangan penggunaan GKR sebagai bahan baku industri pengolahan GKP. Kemendag juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian demi memperkuat pengawasan distribusi gula.
BUMN gula hadapi tantangan
Di sisi lain, badan usaha milik negara (BUMN) pangan, yakni ID Food dan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN), tengah dilanda kesulitan menjual gula petani.
Per 21 September 2025, kedua BUMN bersama pedagang baru menyerap 121.312 ton GKP petani senilai Rp1,75 triliun. Dari jumlah itu, ID Food menyerap 92.380 ton, SGN 6.896 ton, dan pedagang 21.586 ton.
Problemnya, serapan tersebut justru menambah tumpukan stok.
Hingga kini, total GKP yang tersimpan di gudang ID Food dan SGN mencapai 427.859 ton atau senilai Rp6,2 triliun. Stok itu terdiri dari 202.000 ton milik ID Food, 101.940 ton milik SGN, serta titipan pedagang dan GKP petani yang belum terserap.
“Kami memprioritaskan gula petani terjual lebih dahulu ke pedagang,” ujar Direktur Utama ID Food, Ghimoyo.
Menurut Ghimoyo, menumpuknya ratusan ribu ton gula tersebut akan berdampak pada keuangan ID Food. Jumlah gula tersebut masih akan terus bertambah hingga musim giling berakhir pada periode November-Desember 2025.
"Enggak ada yang ambil [gula BUMN] karena di pasaran masih banyak gula. Boleh dibilang gula rembes. Anomalinya sudah mulai merangkak naik, milik kita (gula) BUMN itu masih enggak dapat tuh harga minimumnya," katanya.