Indonesia Minta AS Kenakan Tarif 0 Persen untuk Sawit dan Karet

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Indonesia akan melanjutkan proses negosiasi dagang dengan Amerika Serikat (AS) usai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC pada akhir November 2025. Salah satu fokus utama dalam pembahasan lanjutan ini adalah permintaan agar komoditas unggulan nasional seperti kelapa sawit, kakao, dan karet mendapat perlakuan tarif nol persen.
Langkah ini merupakan kelanjutan dari kesepakatan awal antara kedua negara, setelah Presiden Donald Trump pada 7 Juli 2025 mengumumkan penurunan tarif impor terhadap produk asal Indonesia menjadi 19 persen dari sebelumnya 32 persen. Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang berhasil mencapai kesepakatan setelah kebijakan baru tersebut diumumkan.
“Seluruh aspek legal drafting sedang berjalan secara cermat untuk memastikan seluruh klausul kesepakatan sesuai dengan regulasi nasional, komitmen internasional, dan dapat diimplementasikan dengan baik,” kata Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, dalam keterangannya, Senin (4/11).
Menurut Haryo, pemerintah mengambil langkah negosiasi lanjutan secara terukur sebagai bentuk kehati-hatian dalam menjalankan diplomasi ekonomi.
“Pemerintah berkomitmen agar setiap kesepakatan ekonomi membawa manfaat langsung bagi masyarakat, memperkuat struktur industri nasional, dan menjaga posisi Indonesia sebagai mitra strategis yang mandiri dan netral di tengah dinamika geopolitik global,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang memimpin Tim Negosiasi Tarif Indonesia–AS menegaskan keyakinannya bahwa produk-produk yang tidak diproduksi oleh AS, seperti kelapa sawit, kakao, dan karet, berpeluang besar mendapatkan tarif nol persen.
Selain itu, pemerintah juga mendorong agar komoditas yang menjadi bagian dari rantai pasok industri kesehatan mendapat perlakuan khusus. Dalam perundingan tersebut, pembahasan juga akan mencakup aspek non-tarif guna menciptakan kesepakatan dagang lebih seimbang.
“Penawaran yang disampaikan kepada emerintah AS dirancang untuk mencapai perdagangan yang adil dan berimbang (fair and square trade), sejalan dengan prinsip kesetaraan dan keseimbangan yang menjadi prioritas dalam setiap tahapan negosiasi,” kata Haryo.
Ia menegaskan, seluruh proses negosiasi dilakukan dengan berlandaskan kepentingan nasional dan semangat kedaulatan ekonomi.
“Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia menjalankan diplomasi ekonomi yang bebas dan aktif. Pendekatan ini memastikan setiap langkah kebijakan dan negosiasi perdagangan dilakukan untuk melindungi kepentingan nasional, memperkuat kedaulatan ekonomi, dan memberikan manfaat nyata bagi pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan rakyat,” katanya.


















