Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Krisis Gizi Global: Era Obesitas Anak Ancam Produktivitas Ekonomi Masa Depan

Ilustrasi ultra-processed foods (unsplash.com/pamslens)
Ilustrasi ultra-processed foods (unsplash.com/pamslens)
Intinya sih...
  • Laporan PBB: Obesitas anak melampaui kekurangan berat badan, menandai era krisis gizi global.
  • Peredaran makanan ultra-processed foods (UPF) menjadi pemicu utama krisis gizi ini.
  • Kondisi ini membawa implikasi serius bagi kesehatan dan produktivitas ekonomi di masa depan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Lanskap kesehatan anak-anak secara global telah mencapai titik balik mengkhawatirkan. Laporan terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan untuk pertama kalinya dalam sejarah, jumlah anak dan remaja yang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan kini melampaui jumlah mereka yang kekurangan berat badan. Pergeseran ini menandai era baru krisis gizi anak yang berpotensi membebani sistem kesehatan dan produktivitas ekonomi pada masa mendatang.

Fenomena yang disebut "beban ganda malnutrisi" ini menjadi ancaman serius. Situasi ini mencerminkan kondisi ketika masalah kekurangan gizi dan kelebihan gizi terjadi secara bersamaan dalam satu populasi. Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal medis The Lancet dan laporan UNICEF "The State of the World’s Children 2025" menyoroti perubahan fundamental dalam pola konsumsi global.

“Ini adalah bom waktu global. Melonjaknya jumlah anak yang kelebihan berat badan dan obesitas merupakan bahaya yang nyata dan ada di depan mata bagi kesehatan generasi berikutnya,” ujar Harriet Torlesse, salah satu penulis utama laporan UNICEF dan spesialis gizi, sebagaimana dikutip The Guardian.

Pemicu utama dari krisis ini adalah masifnya peredaran ultra-processed foods (UPF) yang murah, padat kalori, tetapi miskin nutrisi. Industri makanan global dinilai memiliki peran signifikan dalam membentuk lingkungan konsumsi yang tidak sehat, terutama bagi anak-anak.

Dr. Francesco Branca, direktur Departemen Gizi dan Keamanan Pangan di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menyatakan dunia sedang menyaksikan wajah baru malnutrisi.

“Laporan baru ini membuat kita sadar. Kita menyaksikan wajah baru malnutrisi yang mematikan, yang didorong oleh pemasaran agresif makanan tidak sehat kepada anak-anak dan keluarga,” katanya kepada The Guardian.

Pernyataan senada datang dari Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus. Menurutnya, pergeseran ini adalah buah dari ketersediaan luas makanan olahan.

“Transisi ini adalah hasil dari ketersediaan [UPF] murah yang tinggi lemak, gula, dan garam, tetapi rendah nutrisi esensial,” ujarnya seperti dilansir The Telegraph.

Kondisi ini menciptakan tantangan struktural yang sulit diatasi oleh individu. Prof. Majid Ezzati dari Imperial College London, yang dikutip oleh The Telegraph, menyebutnya sebagai peringatan keras bagi dunia.

“Ini adalah peringatan keras bagi dunia. Kita telah menciptakan lingkungan yang sekarang lebih memudahkan anak-anak menjadi gemuk ketimbang memiliki berat badan yang sehat,” katanya.

Bagi kalangan bisnis dan ekonomi, tren ini membawa implikasi serius. Peningkatan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit jantung pada usia muda dapat menurunkan produktivitas angkatan kerja di masa depan dan secara drastis meningkatkan biaya belanja kesehatan negara.

Pergeseran ini menuntut adanya respons kebijakan yang komprehensif serta adaptasi dari para pelaku industri makanan dalam memprioritaskan produk lebih sehat.

Share
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us

Latest in News

See More

Biodata Ferry Irwandi: Umur, Pendidikan, Perjalanan Karier

10 Sep 2025, 11:36 WIBNews