Penyebab Banyak Gen Z Menolak Naik Jabatan, Bukan Semata Karena Gaji

Jakarta, FORTUNE - Keseimbangan antara karier dan kehidupan pribadi atau "work-life balance" membuat banyak Gen Z berpikir ulang atas tawaran naik jabatan.
Dalam sebuah wawancara kepada Business Insider, Emily Rezkalla, seorang konsultan profesi (career coach), mengatakan kebanyakan Gen Z bahkan tidak tertarik dengan iming-iming kenaikan gaji atas tawaran atau kesempatan menjadi manajer.
"Hal utama yang saya dengar [dari Gen Z] tentang melakukan lebih banyak pekerjaan untuk naik jabatan, sebenarnya tidak sebanding dengan bayarannya dan tidak sebanding dengan stresnya," ujarnya.
Rezkalla sebenarnya hanya beberapa tahun lebih tua daripada para Gen Z yang menjadi kliennya. Tapi, dia paham mengapa banyak dari mereka tidak tertarik untuk menjadi manajer.
Dia sendiri pernah menduduki jabatan manajer--bekerja untuk mengawasi orang lain--dan ragu dapat kembali melakukan pekerjaan tersebut ketika tawaran datang. Sebab, pekerjaan sebagai manajer membuatnya memiliki sedikit waktu untuk berfokus pada kariernya sendiri.
Karena itu, sebagai seorang career coach, dia terus-menerus khawatir tentang bagaimana kondisi para pekerja yang jauh lebih muda darinya. Kini, kliennya yang tengah meniti karier mengungkapkan kekhawatiran serupa--meskipun mereka belum pernah menjadi manajer.
Menurut Rezkalla, klien-kliennya melihat manajer sebagai karyawan yang "diganjar" dengan lebih banyak tugas, tapi peran yang mereka lakoni mungkin tidak mendapatkan penghargaan.
"Ini sebenarnya tidak lebih dari hanya perusahaan mengarahkan seseorang untuk mengawasi," katanya, mengacu pada apa yang dia dengar dari kliennya yang lebih muda. "Meskipun Anda memiliki alat untuk mempromosikan seseorang, jika Anda tidak memberikan dukungan atau motivasi, keterlibatan, atau insentif yang tepat- (kenaikan) itu tidak penting," katanya.
Bagi banyak Gen Z, menurut Rezkalla, mudah untuk menerka seperti apa beban seorang manajer mereka dan berpikir, "Tidak, terima kasih." Mereka mungkin akan berpikir: mengapa harus menghadapi stres tambahan--bahkan untuk gaji yang agak lebih besar-- jika itu tak menjamin "work-life balance" atau mendapatkan karier lebih baik pada masa mendatang?