Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Polemik THR bagi Driver Ojol, Apakah Berhak Dapat?

Ilustrasi demonstrasi driver ojek online (ojol) (banyumaskab.go.id)
Intinya sih...
  • Hubungan antara mitra pengemudi ojol dan perusahaan aplikasi adalah hubungan kemitraan, bukan hubungan kerja.
  • Mitra pengemudi memiliki keleluasaan dalam menentukan jam kerja, menerima pesanan, dan bekerja untuk lebih dari satu platform.
  • Pengamat menilai mitra pengemudi tidak memenuhi unsur ketenagakerjaan seperti pekerjaan, perintah, dan upah sehingga tidak berhak atas THR.

Polemik tentang status mitra pengemudi ojek online (ojol) dan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dari perusahaan aplikasi transportasi daring terus menjadi sorotan. Muncul perdebatan apakah driver seharusnya diklasifikasikan sebagai pekerja tetap atau masih tetap dalam hubungan kemitraan seperti saat ini.

Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Aloysius Uwiyono menjelaskan bahwa secara yuridis, hubungan antara mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi merupakan hubungan kemitraan, bukan hubungan kerja.

Hal ini dipertegas oleh Pasal 15 Ayat (1), Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat. Pasal tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa hubungan antara perusahaan aplikasi dan pengemudi adalah hubungan kemitraan.

Oleh sebab itu, secara politis, kewenangan Kementerian Tenaga Kerja hanya terbatas pada hubungan pekerja dengan Perusahaan Swasta atau BUMN yang disebut hubungan kerja.

Aloysius menuturkan hubungan kemitraan ini berarti mitra pengemudi memiliki keleluasaan dalam menentukan jam kerja, menerima atau menolak pesanan, dan bekerja untuk lebih dari satu platform. Ini berbeda dengan hubungan kerja yang mensyaratkan adanya pekerjaan tetap, upah, dan perintah dari pemberi kerja yang mempekerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Apakah mitra driver memenuhi unsur ketenagakerjaan?

Driver Maxim mobil (taximaxim.com)

Regulasi yang menjadi dasar dalam menentukan apakah suatu hubungan antara perusahaan dan individu termasuk dalam kategori hubungan kerja formal atau bukan, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (perubahan dari UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020).

Secara spesifik, definisi hubungan kerja dan unsur-unsurnya dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (15) UU Ketenagakerjaan, yang menyebutkan:

"Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, perintah, dan upah.”

Berdasarkan UU tersebut, hubungan kerja harus memenuhi tiga unsur utama, yaitu:

  1. Pekerjaan: Mitra pengemudi memang melakukan pekerjaan berupa transportasi penumpang atau barang, tetapi ini dilakukan secara mandiri tanpa paksaan.

  2. Perintah: Tidak ada perintah kerja dari perusahaan aplikasi, melainkan perintah kerja yang diberikan oleh konsumen dengan melakukan pemesanan melalui aplikasi. Mitra pengemudi memiliki kebebasan penuh dalam menentukan kapan dan bagaimana mereka bekerja.

  3. Upah: Tidak ada upah tetap dari perusahaan aplikasi, melainkan mitra pengemudi membayarkan sejumlah uang kepada perusahaan aplikasi sebagai biaya sewa aplikasi dan mendapatkan bagi hasil dari tarif yang dibayarkan oleh konsumen berdasarkan perjanjian bagi hasil.

Sistem ini lebih menyerupai mekanisme bisnis yang tunduk pada hukum perdata pada umumnya dibandingkan dengan hubungan kerja antara pemberi kerja dan pekerja, yang tunduk pada Hukum Ketenagakerjaan (Perburuhan) yang memiliki ciri khas yaitu adanya upah, pekerjaan dan perintah.

Karena unsur-unsur ketenagakerjaan ini tidak terpenuhi, maka mitra pengemudi secara yuridis bukan pekerja yang berhak atas tunjangan dan perlindungan seperti THR yang dimiliki pekerja tetap sebagai hak sebagaimana diatur oleh Kementerian Ketenagakerjaan.

Adapun THR diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016, yang mensyaratkan bahwa THR diberikan kepada pekerja yang memiliki hubungan kerja formal dengan perusahaan. 

Aloysius mengatakan, jika kebijakan ini dipaksakan pada hubungan antara mitra pengemudi dengan perusahaan aplikasi, maka dapat memunculkan permasalahan hukum. Sebab mitra pengemudi tersebut bukanlah pekerja tetap, sehingga penetapan THR bagi mitra pengemudi ini bertentangan dengan hukum yang berlaku. 

Di Indonesia, regulasi yang ada secara tegas menetapkan hubungan kemitraan, sehingga status mitra pengemudi tidak dapat disamakan dengan pekerja tetap sebagaimana dalam beberapa putusan pengadilan luar negeri. 

Gojek beri THR dalam bentuk Tali Asih Hari Raya

RUPST PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, Selasa (11/6).

Sebagai perusahaan platform berbasis teknologi digital, Gojek menghubungkan jutaan mitra driver dengan puluhan juta pelanggan di Indonesia. Dalam keterangan yang diterima, Gojek menjelaskan bahwa para driver merupakan mitra mandiri yang memiliki fleksibilitas dalam mengatur waktu dan jam kerja mereka, bukan karyawan tetap.

Gojek juga menjelaskan bahwa pihaknya sangat menghargai dan menjunjung tinggi makna serta berkah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, dan seperti tahun-tahun sebelumnya, Gojek senantiasa mendukung mitra driver dengan berbagai program, salah satunya adalah Paket Sembako Bazar Swadaya.

Pada 2025, sebagai bentuk kepedulian dan itikad baik perusahaan, Gojek berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk membahas Tali Asih Hari Raya. Hal ini sekaligus mempertegas jawaban terkait pemberian THR untuk mitra pengemudi, namun tidak dengan skema pada umumnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yogama Wisnu Oktyandito
EditorYogama Wisnu Oktyandito
Follow Us