Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
For
You

Purbaya Picu Optimisme, Tapi Industri dan Kredit Masih Tertekan

antarafoto-raker-komisi-xi-dpr-dengan-menteri-keuangan-1764648252.jpg
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/11). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Jakarta, FORTUNE - Perlambatan ekonomi yang berlarut-larut mulai mengubah secara fundamental cara masyarakat mengelola uangnya. Survei Inventure–Alvara 2025 terhadap 600 responden di Jabodetabek, Semarang, Surabaya, Bandung, Balikpapan, Medan, dan Makassar menunjukkan bahwa lahirnya frugal consumer tidak hanya berdampak pada pola belanja. Namun, telah menggeser struktur permintaan di sektor perbankan, pembiayaan otomotif, hingga industri wellness.

Managing Partner Inventure, Yuswohady, mengatakan pergeseran ini memperlihatkan bahwa masyarakat memasuki fase dormant economy, kondisi ketika konsumsi tertahan meski optimisme makro mulai muncul. Namun, di tengah ketatnya pola konsumsi dari frugal consumer, muncul sinyal positif: kepercayaan terhadap kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mendorong optimisme publik. Sebanyak 87 persen responden menyatakan kebijakan pemerintah meningkatkan keyakinan mereka terhadap kondisi finansial ke depan. Sebanyak 72 persen responden juga yakin ekonomi Indonesia akan membaik dalam 12 bulan ke depan.

“Kepercayaan publik terhadap arah kebijakan pemerintah adalah modal psikologis yang sangat kuat. Optimisme ini muncul lebih cepat dibanding pemulihan daya beli, sehingga konsumen merasa lebih percaya diri meski masih menahan belanja,” ujarnya dalam diskusi BUSINESS OUTLOOK 2026 bertajuk The Birth of Dormant, Economy The Rise of Frugal Consumer, di Jakarta, Selasa (9/12).

CEO Alvara Research Center, Hasannudin Ali, menilai konsumen berada dalam fase transisi. “Optimisme makro sudah bergerak, tetapi optimisme mikro yang terkait langsung dengan kondisi dompet rumah tangga masih tertahan," katanya.

Di sektor perbankan, terlihat perubahan besar dalam cara nasabah memanfaatkan produk finansial. Kredit menjadi area yang paling terpukul. Transaksi kartu kredit, pinjaman pribadi, hingga kredit kendaraan melemah signifikan. Nasabah menghindari komitmen baru, menjadikan kredit sebagai simbol risiko di tengah ketidakpastian. Sebaliknya, tabungan berjangka dan deposito mencatat kenaikan. Likuiditas menjadi prioritas, dan nasabah memperkuat cadangan finansial mereka sebagai mekanisme bertahan.

Yuswohady, mengatakan perubahan ini sangat logis, sebab frugal consumer sangat sensitif terhadap komitmen jangka panjang. "Mereka meminimalkan kredit karena tidak ingin kehilangan fleksibilitas. Tabungan dan deposito menjadi ‘benteng pertama’ untuk menjaga stabilitas arus kas di tengah ekonomi yang tidak pasti," ujarnya.

Perilaku serupa terjadi pada portofolio investasi. Sebanyak 72 persen responden memindahkan dana mereka dari instrumen berisiko tinggi ke aset aman, yakni deposito, emas, dan obligasi. Langkah ini merupakan flight to safety yang memperlihatkan tingginya aversi risiko masyarakat.

Hasanuddin menambahkan, nasabah kini menilai keamanan aset lebih penting daripada potensi imbal hasil tinggi. "Flight to safety adalah bukti bahwa masyarakat memilih stabilitas di tengah dormant ekonomi. Mereka mengutamakan perlindungan nilai bukan spekulasi," katanya.

Menghindari kredit tenor panjang

Riset 1.png
Dok. Inventure - Alvara

Pada sektor otomotif, perubahan perilaku semakin nyata. Dari 247 responden, 53 persen tidak setuju mengambil tenor kredit kendaraan yang panjang. Meskipun cicilan tenor panjang lebih ringan, konsumen menilainya sebagai beban risiko, terutama ketika pendapatan stagnan dan biaya hidup meningkat.

Logika frugal kian mendominasi karena frugal consumer sangat sensitif terhadap risiko jangka panjang. "Mereka tidak ingin terjebak komitmen panjang yang mengurangi fleksibilitas finansial. Tenor pendek dipilih bukan karena cicilannya lebih mahal, tetapi karena memberi kontrol dan ruang manuver saat ekonomi tidak pasti," ujarnya.

Hasanuddin berpendapat bahwa konsumen kini menilai pembiayaan bukan hanya dari besar cicilan, tetapi dari total cost dan dampaknya terhadap stabilitas keuangan keluarga. Bagi industri pembiayaan, tren ini menjadi alarm penting: model kredit tenor panjang tidak lagi menjadi andalan.

Lalu, apa yang menjadi prioritas keuangan? Sebanyak 56 persen responden kini memprioritaskan produk keuangan jangka panjang seperti asuransi pendidikan, asuransi jiwa, dan dana pensiun. Konsumen tidak lagi berfokus pada mitigasi risiko harian, tetapi membangun pertahanan keuangan jangka panjang.

“Konsumen kini sadar bahwa bertahan tidak cukup, mereka harus membangun benteng jangka panjang. Produk seperti asuransi dan dana pensiun menjadi instrumen strategis karena memberi rasa aman yang tidak ditawarkan produk jangka pendek," kata Yuswohady.

Meskipun demikian, di sektor kecantikan dan wellness masih menunjukkan tren positif di tengan dormant economy. Sebanyak 84 persen responden kini lebih memprioritaskan inner wellness daripada skincare. Konsumen mencari kesehatan tidur, pola makan bersih, kestabilan emosi, dan suplementasi terukur. Wellness dianggap memberi dampak nyata dan berjangka panjang, demi memenuhi kebutuhan masyarakat akan stabilitas fisik dan mental.

Fenomena frugal consumer, sekalipun dibarengi optimisme yang menguat, tetap menahan laju industri. Bagi pelaku industri, membaca arah perubahan ini menjadi kunci bertahan sekaligus memenangkan pasar di 2026.

Riset 1.png
Dok. Inventure - Alvara
Share
Topics
Editorial Team
Pingit Aria
EditorPingit Aria
Follow Us

Latest in News

See More

Purbaya Picu Optimisme, Tapi Industri dan Kredit Masih Tertekan

09 Des 2025, 19:32 WIBNews