NEWS

Penyebab Krisis Ekonomi Sri Lanka, Benarkah Utang Negara?

Sebenarnya apa saja penyebab krisis ekonomi Sri Lanka?

Penyebab Krisis Ekonomi Sri Lanka, Benarkah Utang Negara?Ilustrasi kebangkrutan Sri Lanka. (Shutterstock/Natanael Ginting)
06 February 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Apa saja penyebab krisis ekonomi Sri Lanka? Sampai-sampai, negara itu kesulitan melunasi kewajiban utangnya. Ditambah, cadangan devisanya terus menipis sehingga terjadi keterbatasan impor dan kenaikan inflasi.

Padahal, Sri Lanka sempat mencatatkan pertumbuhan ekonomi stabil. Melansir Modern Diplomacy, sejak 2003 sampai 2012, negara itu bertumbuh 6,4 persen setiap tahun; melampaui negara-negara lain di wilayahnya. Apa pendorong utamanya? Ekspansi industri non-tradable. Tapi, Bank Dunia telah memperingatkan pertumbuhan berkat hal itu tak bersifat berkelnjutan.

Akhirnya, sejak saat itu, pertumbuhan ekonomi Sri Lanka melambat. Pada 2019, pendapatan per kapitanya mencapai US$3.852 dolar, dengan PDB US$84 miliar. Status negara berpenghasilan menengah ke atasnya pun menurun menjadi ‘negara berpenghasilan menengah ke bawah’.

Kondisi makin parah dua tahun terakhir, dengan banyaknya kontroversi pemerintahan dan parlemen Rajapaksa, termasuk dugaan korupsi. Demonstrasi pun pecah. Sampai akhirnya, Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa mundur dari posisinya pada Juli 2022.

Penyebab krisis ekonomi Sri Lanka

Krisis energi yang dialami Sri Lanka, (1/6).
Krisis energi yang dialami Sri Lanka, (1/6). (Shutterstock/Ruwan Walpola)

Beberapa ahli menjelaskan sejumlah faktor penyebab krisis ekonomi Sri Lanka. Apa saja? Berikut ulasannya, dilansir dari Aninews.

  • Faktor domestik

Dosen Universitas Colombo sekaligus Peneliti Utang dan Pembangunan Publik, Umesh Moramudali menjelaskan, selain masalah eksternal seperti perang Rusia dan Ukraina dan pandemi Covid-19, krisis Sri Lanka juga terjadi akibat faktor internal, seperti penurunan pendapatan pajak dan rasio ekspor terhadap PDB. Itu membuat ekonomi negara anggota persemakmuran tersebut semakin rentan.

  • Gagal memperbaiki masalah struktural

Moramudali menilai, Sri Lanka gagal menyelesaikan problem struktural ekonomi dan inti politiknya. Akibatnya, utang mereka menumpuk, baik di dalam dan luar negeri. Salah satunya, utang Sri Lanka kepada Cina, yang dipakai untuk proyek infrastruktur.

Mengutip Modern Diplomacy, utang luar negeri Sri Lanka melampaui US$55 miliar. Pada 2019, rasio utang terhadap PDB mencapai 87 persen. Sementara saat ini, totalnya 120 persen. Pada 2022 saja, negara itu harus membayar utang senilai US$6 miliar.

  • Tata kelola yang keliru

Profesor Politik dan Urusan Internasional di Wake Forest University, Neil DeVotta mengatakan, tata kelola yang salah dalam beberapa dekade terakhir juga menjadi penyebab krisis ekonomi di Sri Lanka. Akibatnya, terjadi malnutrisi, kemiskinan, pemerosotan hasil pertanian, hingga langkanya obat-obatan.

  • Terlalu bergantung pada satu negara

Lebih lanjut, Profesor Riset Urusan Internasional dan Direktur Rising Powers Initiative Elliott School of International Affairs Universitas George Washington, Deepa Ollapally menyebut, Sri Lanka terlalu bergantung pada Cina. Yang mengalami perlambatan ekonomi sejak perang Rusia-Ukraina dan pandemi melanda.

Related Topics