Tekanan Ekonomi Global dan Domestik Bayangi Pasar Properti Indonesia

- Tantangan ekonomi global dan domestik akan menekan pasar properti Indonesia.
- Sektor apartemen mengalami tekanan penjualan, rendahnya minat investasi, namun terdapat proyek baru di Jakarta Selatan.
- Perkantoran memiliki tingkat keterisian yang stabil hingga 80 persen pada 2028, sementara sektor ritel dinilai relatif stabil dengan pertumbuhan tingkat hunian yang rendah.
Jakarta, FORTUNE - Tantangan ekonomi global dan domestik diperkirakan masih akan menekan pasar properti nasional, mendorong para pelaku industri untuk lebih realistis dalam menetapkan ekspektasi dan menyusun strategi adaptif. Hal ini diungkapkan oleh Head of Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto, dalam Colliers Media Briefing Triwulan I-2025 yang diselenggarakan pada Senin (14/4).
Ferry menekankan perlunya koreksi terhadap ekspektasi tinggi yang sempat muncul pada awal 2025. Menurutnya, laju pemulihan ekonomi yang berjalan lambat serta dampak kebijakan pemerintah yang belum optimal menjadi faktor utama yang melatarbelakangi pandangan tersebut.
“Di triwulan ini, perlu lebih realistis untuk mengubah dan menurunkan ekspektasi pasar properti. Kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, situasi global yang tidak terlalu mendukung, serta faktor dalam dan luar negeri akan berpengaruh pada performa properti secara keseluruhan,” ujarnya.
Dia menyoroti kondisi pada berbagai subsektor properti. Pada sektor apartemen, tekanan masih terasa akibat lambatnya angka penjualan. Data hingga kuartal I-2025 menunjukkan 27.000 unit apartemen yang belum terjual di Jakarta, dengan hanya 162 unit yang berhasil diserap pasar.
Mayoritas penjualan tersebut berasal dari proyek yang telah rampung pembangunannya.
Rendahnya minat investasi pada apartemen juga menjadi perhatian, dengan tingkat pengembalian investasi dari sektor sewa hanya berkisar 4 persen per tahun dalam tiga tahun terakhir, jauh di bawah imbal hasil obligasi (7 persen) dan deposito (5 persen).
Meskipun demikian, dua proyek apartemen baru di Jakarta Selatan telah selesai pada kuartal pertama tahun ini, menambah 708 unit ke pasokan hunian vertikal, sehingga total pasokan mencapai 230.755 unit. Jakarta Selatan diprediksi akan terus menjadi pusat pengembangan proyek apartemen baru hingga 2027.
Sementara itu, subsektor perkantoran diproyeksikan akan memiliki tingkat keterisian yang stabil hingga 80 persen pada 2028, didukung oleh keterbatasan pasokan baru. Permintaan ruang kantor terutama datang dari sektor logistik, keuangan, teknologi, agribisnis, serta pertambangan. Namun, Colliers mewaspadai potensi dampak kebijakan tarif yang mungkin diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang dapat mengganggu rencana ekspansi perusahaan.
“Perusahaan-perusahaan dengan bisnis terkait perdagangan internasional berpotensi mengkaji ulang struktur perusahaan, termasuk kebutuhan ruang kantor di masa mendatang,” ujar Ferry.
Pada sisi ritel, kondisi pasar dinilai relatif stabil, meskipun para pelaku usaha tetap berhati-hati dalam melakukan ekspansi. Tingkat hunian pusat perbelanjaan di Jakarta tercatat 74 persen, sementara di wilayah Bodetabek sebesar 69 persen. Colliers memperkirakan pertumbuhan tingkat hunian di sektor ini hanya akan berada di kisaran 1–2 persen pada 2025.
Sektor perhotelan, yang sempat menunjukkan pemulihan pasca-pandemi, kembali menghadapi tantangan baru akibat kebijakan efisiensi belanja pemerintah. Kinerja sektor ini dikhawatirkan akan kembali melambat jika kondisi pasar tidak segera membaik.
Untuk subsektor serviced apartment, terjadi penurunan tingkat hunian menjadi 56,8 persen pada kuartal I-2025, turun 5,4 poin persentase dibandingkan kuartal sebelumnya. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, mengingat sebagian besar penyewa serviced apartment berasal dari sektor pemerintahan.
Ke depan, diperkirakan akan ada empat proyek serviced apartment baru dengan total 726 unit yang akan beroperasi hingga 2027. Menanggapi kondisi ini, Colliers menyarankan para pengembang untuk lebih berfokus pada pengembangan hunian yang ditujukan untuk kebutuhan tinggal, seperti ekspatriat, profesional muda, dan mahasiswa, daripada berorientasi pada investasi.
Secara keseluruhan, tren pasar properti pada kuartal I-2025 menunjukkan pola yang serupa dengan tahun sebelumnya, didorong oleh insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta penjualan dari proyek-proyek yang sudah berjalan. Segmen strata-title dinilai stabil, namun kurang menarik dari sisi investasi. Dengan kondisi pasar yang dinamis ini, adaptasi dan strategi yang tepat menjadi kunci bagi para pelaku industri properti untuk dapat bertahan dan berkembang.