Jakarta, FORTUNE - Suatu hari nanti, konsumen mungkin tak lagi membuka aplikasi belanja untuk mencari barang. Cukup berbicara pada asisten digital, dan dalam hitungan detik mesin akan mencarikan hadiah ulang tahun terbaik untuk ibu atau sepatu lari di bawah US$100. “Ada pilihan dari Nike di Walmart.com, sesuai dengan anggaran Anda,” kata bot itu dengan tenang.
Sekilas terdengar seperti potongan film fiksi ilmiah. Namun nyatanya, masa depan itu sudah di ambang pintu. Dunia e-commerce tengah bersiap menyambut era baru yang disebut agentic commerce—konsep belanja yang digerakkan oleh kecerdasan buatan. Tren ini bukan hanya mengubah cara orang berbelanja, tetapi juga memunculkan pertarungan baru di antara para raksasa digital seperti Amazon, Google (Alphabet), Meta, Walmart, Shopify, hingga eBay.
Gelombang disrupsi itu semakin terasa setelah OpenAI pada 29 September mengumumkanbahwa ChatGPT, chatbot yang memicu revolusi AI tiga tahun lalu, segera memungkinkan pengguna berbelanja langsung lewat percakapan.
Belanja berbasis rekomendasi otomatis sebenarnya bukan hal baru. Namun kini, raksasa ritel dan e-commerce membayangkan masa depan di mana AI dapat membuat keputusan pembelian dengan cepat dan presisi tinggi berdasarkan pengetahuan produk, kebutuhan konsumen, dan kemampuan finansial pengguna.
Melansir Investor’s Business Daily, Arun Sundaram, analis dari CFRA mengatakan hampir semua peritel kini tengah mencari cara menerapkan AI ke dalam operasional mereka karena teknologi ini akan berdampak pada lebih banyak aspek dari yang dibayangkan sebelumnya.
Laporan eMarketer juga mengungkap nilai transaksi e-commerce di Amerika Serikat saja mencapai lebih dari US$1 triliun per tahun. Chatbot seperti ChatGPT mulai mengambil peran penting: laporan Adobe menunjukkan bahwa kunjungan ke halaman produk dari bot AI naik 4.700 persem pada Juli dibanding tahun sebelumnya.
“Pelanggan kini semakin mempercayai rekomendasi dari model bahasa besar (LLM),” kata Vivek Pandya, analis Adobe.