Apa Penyebab Mall dan Ritel Sepi? Ini Jawabannya

Belum lama ini, Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso mengungkapkan beberapa penyebab mal dan ritel sepi hingga pertengahan 2025. Perubahan perilaku konsumen akhir-akhir ini menyebabkan sejumlah toko sepi pengunjung hingga berakhir gulung tikar.
Kondisi tersebut tidak bisa dianggap sepele mengingat dampaknya pada perekonomian yang cukup signifikan. Bahkan, hal ini juga berkaitan dengan isu deflasi yang sempat ramai di awal 2025.
Kira-kira, apa saja penyebab ritel tutup dan mal sepi di Indonesia? Simak beberapa faktor penyebabnya di bawah ini.
Terlalu fokus menjual produk
Dilansir Antara News, Budi telah berdiskusi dengan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengenai kondisi pusat perbelanjaan Indonesia yang lesu.
Lewat pembahasan tersebut, mereka menemukan bahwa industri ritel modern terlalu fokus menjual produk yang menjadi salah satu penyebab mall dan ritel sepi.
“Kalau kami diskusi dengan APPBI, itu ternyata kalau ritel modern itu hanya jualan ya, tidak ada experience di situ, tidak ada journey di situ. Ya dia pasti akan kalah dengan UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah),” kata Budi, dikutip Senin (9/6).
Strategi penjualan yang terlalu fokus pada produk dinilai sudah ketinggalan zaman. Ketika diadaptasi di era sekarang, metode tersebut kurang efektif untuk menggaet minat konsumen.
Akibatnya, industri ritel dan mal mengalami penurunan konsumen dan sepi dalam beberapa waktu terakhir.
Pergeseran pola belanja masyarakat
Selain terlalu fokus pada penjualan produk, perubahan pola belanja juga dinilai menjadi faktor penyebab ritel modern sepi pengunjung.
Dalam hal ini, Budi menjelaskan bahwa terdapat perubahan pola belanja atau gaya hidup masyarakat. Dulu masyarakat dapat membeli kebutuhan untuk satu minggu atau bulan, kini konsumen lebih menyukai membeli kebutuhan dalam jangka waktu harian.
Untuk memenuhi kebutuhan harian, masyarakat cenderung berbelanja di sekitar tempat tinggalnya dan tidak sering pergi ke tempat yang jauh.
Persaingan dengan UMKM dan toko lokal semakin ketat. Pasalnya, toko-toko tersebut lebih mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat dengan akses lebih mudah.
Pada akhirnya, pertokoan besar seperti ritel dan mall gagal beradaptasi dengan pergeseran pola belanja masyarakat sehingga kalah bersaing.
Tingginya minat belanja online
Perubahan pola belanja masyarakat modern tidak lepas dari keberadaan e-commerce di Indonesia. Dalam beberapa terakhir, perkembangan belanja online sangat pesat dengan segala kemudahan yang ditawarkan.
Tren belanja masyarakat Indonesia inilah yang ikut ambil bagian pada penurunan minat masyarakat pada ritel dan mal. Alih-alih membeli di tempat, konsumen lebih memilih untuk berbelanja online.
Meskipun bukan penyebab tunggal dan satu-satunya, pengaruh e-commerce terhadap ritel perlu dihadapi dengan bijak. Migrasi ke online menjadi salah satu cara yang banyak dipakai pemilik ritel untuk bisa bertahap di tengah ketatnya persaingan dagang.
Menurunnya daya beli
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, menurunya daya beli masyarakat juga menjadi salah satu penyebab mall dan ritel sepi di tahun 2025.
Di awal tahun 2025, Indonesia diterpa deflasi atau penurunan ekonomi dalam beberapa waktu terakhir. Kondisi tersebut ditandai dengan harga barang dan jasa mengalami penurunan.
Meski terlihat menguntungkan dari sisi konsumen, deflasi berkelanjutan dapat mengakibatkan investasi dan perdagangan menjadi lesu. Investor dapat menarik dana investasi karena penurunan ekonomi yang terjadi.
Kurangnya inovasi
Penyebab mall dan ritel sepi berikutnya adalah kurangnya inovasi di sektor ritel. Konsumen kini mencari tempat belanja yang menawarkan pengalaman lain seperti tempat hiburan.
Namun, penjualan produk yang terlalu difokuskan menyebabkan tidak sedikit mall yang kurang menawarkan pengalaman bagi konsumen. Akibatnya, penurunan minat konsumen tidak dapat dihindari.
Menurut Budi, ritel modern perlu melakukan transformasi dan adaptif pada tren industri.
“Kalau mal departement store itu hanya tempat belanja, tidak ada tempat misalnya untuk makan, untuk nongkrong, untuk ngumpul, ya akan sepi pengunjung. Itu mungkin gambaran, bahwa kita juga harus bisa mengikuti tren yang ada,” ungkap Budi.
Lebih lanjut, Kementerian Perdagangan optimis sektor ritel dapat mengalami pertumbuhan positif di tengah penutup gerai sejumlah toko ritel.
Kebangkitan industri dapat terwujud dengan kolaborasi dan memberikan pendampingan berbasis data agar lebih siap beradaptasi dengan tren industri.
Demikian beberapa penyebab mall dan ritel sepi dalam beberapa waktu terakhir serta harus berakhir gulung tikar. Bukan sekedar daya beli menurun, sejumlah faktor penyebab lainnya juga berperan dalam melemahnya sektor tersebut.
Adaptasi strategi dan memberikan pengalaman lebih baik menjadi kunci industri dapat bertahan di era sekarang. Semoga bermanfaat!