BUSINESS

Terjun ke Perdagangan Karbon, Melchor Gaet Medco Garap Hutan Papua

Melchor dan Medco garap 180 ribu hektare hutan Papua.

Terjun ke Perdagangan Karbon, Melchor Gaet Medco Garap Hutan PapuaANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj
by
03 December 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Melchor Group secara resmi bekerja sama dengan Medco Group dalam mengelola hutan mineral seluas 180 ribu hektare di Papua. Ini merupakan keseriusan keduanya dalam bisnis perdagangan karbon. 

Nantinya, akan ada verifikasi kemampuan serapan karbon hutan tersebut. Lalu, studi kelayakan terhadapnya juga akan menerapkan standar internasional. Pendanaan ekonomi baru secara digital pun diupayakan melalui teknologi ROXI yang sedang dalam tahap penyelesaian oleh Melchor.

“Dengan luasnya lahan hutan di Indonesia, lahan bakau, dan gambut terbesar di dunia yang bisa mencapai 70-120 juta hektare, maka inisiatif kami hanya merupakan bagian kecil daripada aktivitas yang harus dikerjakan untuk memenuhi komitmen presiden kepada dunia dan terutama pengentasan kemiskinan. Kita mengharapkan banyak lagi perusahaan lain yang akan memulai inisiatif yang sama,” kata pendiri Medco Group, Arifin Panigoro, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/12). 

ROXI berbasis teknologi blockchain. Perhitungan potensi karbon tersebut akan menjadi salah satu yang pertama di Indonesia bahkan di dunia karena teknologi tersebut berbasis aset yang ada nilainya.

Penandatanganan kerja sama pengelolaan hutan Papua dilakukan oleh Direktur Utama PT Melchor Tiara Pratama, Rudi Poespoprodjo, dan Direktur Utama Medco Group, Hilmi Panigoro. 

Arifin Panigoro, pendiri Medco, yang juga hadir dalam acara tersebut, mengatakan perdagangan karbon memerlukan pendanaan yang tidak sedikit. Sebab, hal tersebut ditujukan untuk memenuhi ketentuan oleh industri besar berskala internasional dalam melakukan offset emisi karbonnya.

Melchor Group telah membuka pembicaraan dengan verifikator

Melchor Group telah memulai inisiatif pembicaraan dengan verifikator dan organisasi internasional nirlaba seperti Verra, yang berlokasi di Washington, Amerika Serikat. Kemudian pihaknya juga telah bertemu dengan Gold Standard, serta dengan KPMG tanpa mengesampingkan ketentuan Standar Nasional Indonesia seperti ketentuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Selain itu, Melchor Group melakukan kegiatan restorasi dan penyerapan karbon melalui salah satu anak usahanya, PT Muller Karbon Kapital (MKK), pada lahan konsesinya. Sebagai induk perusahaan, Melchor Group juga mengembangkan teknologi perhitungan serapan karbon (CO2) melalui PT Jejak Enviro Teknologi (Jejak.in) yang dikembangkan oleh anak bangsa. Ini merupakan teknologi pertama yang dikembangkan di Indonesia bahkan dunia, dengan memiliki basis data sekitar 15.700 jenis flora dan beribu jenis fauna.

PT Rantai Oxygen Indonesia (ROXI), anak perusahaan lain Melchor Group, membangun sistem pendanaan terintegrasi dan juga pencatatan sertifikasi serapan karbon dari lahan hutan, mangrove, maupun gambut, dengan mekanisme berbasis blockchain. Melchor Group bersama Medco Group menegaskan komitmen untuk mewujudkan sinergi baru dalam upaya Indonesia menghadapi perubahan iklim.

Perdagangan karbon di Indonesia

Indonesia telah menjadikan perdagangan karbon sebagai salah satu instrumen dalam meningkatkan upaya mitigasi perubahan iklim. Terlebih, potensi kredit karbon yang bisa dihasilkan cukup besar. Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, totalnya bisa mencapai 113,18 gigaton setara emisi karbon dioksida.

Ini berasal dari 125,9 juta hektare hutan hujan tropis yang dapat menyerap 25,18 miliar ton setara emisi karbon dioksida, 7,5 juta hektare lahan gambut dengan estimasi serapan 55 miliar ton setara emisi karbon dioksida, serta 3,31 juta hektare lahan mangrove yang bisa menyerap 33 miliar ton setara emisi karbon dioksida.

Sejak dimulai pada 2005, perdagangan karbon di Indonesia telah berkembang melalui berbagai upaya dan model pembiayaan berbasis mekanisme pasar. Namun, hingga saat ini, pasar kredit karbon melalui bursa berjangka belum terselenggara. Padahal, Indonesia memiliki bursa dengan infrastruktur yang mapan dan siap untuk melakukannya.

Related Topics