BUSINESS

PLN Pangkas Beban Bunga Utang Rp7 Triliun Sejak 2020

Pembayaran utang lebih cepat kurangi beban bunga.

PLN Pangkas Beban Bunga Utang Rp7 Triliun Sejak 2020Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI. (Doc: PLN)
15 February 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, mengungkapkan perusahaannya berhasil memangkas beban bunga dan utang hingga Rp7 triliun dari saldo 2020. Ini dilakukan dengan membayar utang Rp62,5 trilliun pada periode 2020-2023.

Dus, saldo utang PLN kini telah menyusut Rp41 triliun dibandingkan dengan 2020.

"Pembayaran utang yang kami percepat," ujarnya dalam rapat bersama Komisi VI, Rabu (15/2).

Menurut Darmawan, pengurangan beban bunga tersebut berdampak pada peningkatan Debt Service Coverage Ratio (DSCR), yakni rasio keuangan yang mengukur kemampuan pendapatan operasional usaha suatu perusahaan untuk melunasi kewajibannya.

"Terlihat sekali bahwa debt service coverage ratio kita yaitu operating cash flow dibanding pembayaran pokok dan bunga itu bisa naik 14,1 menjadi 1,97," katanya.

Darmawan juga mengeklaim bahwa PLN berhasil meningkatkan pendapatan dengan melakukan pemangkasan berbagai biaya mulai dari investasi (capital expenditure/capex) hingga operasional (operational expenditure/opex).

"Sebagai contoh, capex kami tadinya adalah sekitar Rp70 triliun, tetapi kami juga melakukan adjustment pertumbuhan demand, bagaimana strategi ekspansi aset ketenagalistrikan kita, di mana aset yang masih belum dibutuhkan kita tunda. Akibatnya capex kita bisa dikurangi dari Rp70 triliun jadi Rp57 triliun," tuturnya.

Pangkas beban 'take or pay'

Selain menurunkan beban utang, Darmawan menyatakan PLN juga melakukan sentralisasi perencanaan secara menyeluruh untuk mengurangi beban biaya take or pay (ToP)—kondisi yang membuat PLN membayar listrik kepada pembangkit swasta meski listriknya tak terpakai atau terserap oleh konsumen.

"Jadi begitu ada demand, dinamikanya nambah atau berkurang kami langsung melakukan adjustment sistem planning dalam perancangan sistem ketenagalistrikan kita agar betul-betul sesuai dinamika yang ada di lapangan," jelasnya.

Sentralisasi dimaksud, lanjut Darmawan, membuat PLN mampu menghadapi kondisi oversupply listrik di Pulau jawa selama 12 bulan terakhir ketika ada penambahan kapasitas 7 GW di tengah permintaan yang hanya naik 1,2 GW–1,3 GW.

"Untuk itu, PLN berhasil mengurangi take or pay sebesar Rp47,5 triliun hingga 2022, dan ini dengan cara melakukan negosiasi dan pengunduran pembangkit," ujarnya.

Sejak 2020 hingga 2021, PLN berhasil menekan ToP sebesar Rp37,21 triliun, dan pada 2022 "terus dilakukan sehingga TOP yang berhasil ditekan atau dikurangi adalah 90,83 triliun, dan untuk itu total TOP yang berhasil ditekan 47,05 triliun," katanya.

Ada pula program cash war room yang memungkinkan PLN menganalisis kelayakan pendapatan dan belanja baik jangka menengah maupun panjang, "sehingga kami bisa secara akurat merancang penambahan pendapatan [kami], juga pengelolaan pengeluaran [kami] menjadi jauh lebih kencang dengan adanya pengendalian likuiditas," ujarnya.

Related Topics