BUSINESS

Kinerja Angkasa Pura I Melorot, Utang Melambung Akibat Bandara Baru

Porsi utang terbesar Angkasa Pura 1 ada pada pinjaman bank.

Kinerja Angkasa Pura I Melorot, Utang Melambung Akibat Bandara BaruKru penerbangan melakukan aktifitas bongkar muat kargo di Bandara Internasional Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, Rabu (3/11/2021). ANTARA FOTO/Adwit B Pramono/foc.
06 December 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan kondisi keuangan PT Angkasa Pura I (Persero) mengalami tekanan signifikan sebagai dampak pandemi COVID-19. Pada saat sama, BUMN operator bandara tersebut mengalami lonjakan utang akibat pembangunan maupun pengembangan sejumlah bandara.

Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (2/12), mengatakan utang perseroan mencapai Rp35 triliun. Itu belum termasuk kerugian bulanan Rp200 miliar.

“Utang ini juga diperkirakan bisa mencapai Rp38 triliun,” kata pria yang biasa disapa Tiko tersebut.

Pada enam bulan pertama 2021, total liabilitas perseroan Rp30,41 triliun. Dari jumlah tersebut, 73,4 persen atau setara Rp22,33 triliun merupakan utang bank berjangka pendek dan panjang. Perusahaan juga memiliki utang obligasi dan sukuk ijarah Rp2,99 triliun, atau menyumbang 9,9 persen pada total kewajiban.

Di tengah tekanan utang, kinerja Angkasa Pura juga turun. Pada semester pertama 2021, kerugiannya Rp1,93 triliun, lebih dalam dari rugi Rp1,09 triliun pada periode sama tahun sebelumnya. Tahun lalu, Angkasa Pura I rugi Rp2,32 triliun, berbalik dari laba Rp1,45 triliun pada 2019.

Faik Fahmi, sang direktur utama perseroan, mengatakan via keterangan resmi (5/12) bahwa situasi sektor pariwisata yang terdampak pandemi turut berimbas pada performa perusahaan. Pada 2020, trafik penumpang mencapai 32,7 juta orang, turun dari 81,5 juta pada 2019. Tahun ini, prediksi capaian penumpang adalah 25 juta orang.

Beban pembangunan bandara

Menurut Faik, perusahaan juga dihadapkan dengan kewajiban membayar pinjaman yang sebelumnya digunakan untuk investasi pengembangan bandara.

Pada saat COVID-19 merebak, perseroan tengah dan telah melakukan berbagai pengembangan bandara dalam berkapasitas rendah seperti Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo (YIA) (biaya pembangunan Rp12 triliun), Terminal Baru Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin (Rp2,3 triliun), Terminal Baru Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang (Rp2,03 triliun), Bandara Sultan Hasanuddin Makassar (Rp2,6 triliun).

“Kesemuanya dibiayai melalui skema penggunaan dana internal dan berbagai sumber lain seperti kredit sindikasi perbankan serta obligasi,” katanya.

Bank Mandiri secara individual merupakan kreditur terbesar Angkasa Pura I dengan total pinjaman Rp6,05 triliun, atau setara 27,1 persen terhadap total utang bank. Pinjaman juga tercatat dengan sejumlah bank seperti BTN (Rp3 triliun), BCA (Rp2,79 triliun), dan Bank DKI (Rp1,7 triliun). Lalu, ada juga pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur (persero) sebesar Rp3,36 triliun.

Perusahaan tentu mesti membayarkan beban-beban itu. Masalahnya, persediaan kas Angkasa Pura 1 per semester pertama 2021 sedang menipis. Posisi kas dan setara kas akhir periode perusahaan hanya Rp712,52 miliar atau turun 60,4 persen secara tahunan dari Rp1,79 triliun.

Siapkan restrukturisasi

Karena itu, perseroan menyiapkan sejumlah ikhtiar restrukturisasi, yakni asset recycling, intensifikasi penagihan piutang, pengajuan restitusi pajak, efisiensi operasional seperti layanan bandara berbasis trafik, simplifikasi organisasi, dan penundaan program investasi serta mendorong anak usaha untuk mencari sumber-sumber pendapatan baru (transformasi bisnis). Perseroan menargetkan restrukturisasi akan menghasilkan tambahan dana Rp3,8 triliun, efisiensi biaya Rp 704 miliar, dan perolehan fund raising Rp 3,5 triliun.

Selain itu, demi mendorong peningkatan pendapatan lainnya, perseroan menjalin kerja sama dengan mitra strategis untuk Bandara Hang Nadim Batam, Bandara Dhoho Kediri, Bandara Lombok Praya; memanfaatkan lahan tidak produktif seperti Kelan Bay Bali; dan mengembangkan Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) serta eks Bandara Selaparang Lombok.

"Manajemen tengah berupaya keras untuk menangani situasi sulit ini dan berkomitmen untuk dapat survive dan menunaikan kewajiban perusahaan kepada kreditur, mitra, dan vendor secara pasti dan bertahap. Dengan berbagai inisiatif strategis tersebut kami optimis dapat bertahan menghadapi kondisi sulit ini dan mulai bangkit pada 2022 serta dapat mencatatkan kinerja keuangan positif,” ujarnya.

Related Topics