BUSINESS

Perilaku Konsumen Berubah Akibat Pandemi, Sektor Ritel Perlu Adaptasi

Adopsi teknologi baru dalam bisnis menjadi hal penting.

Perilaku Konsumen Berubah Akibat Pandemi, Sektor Ritel Perlu AdaptasiWarga melintasi toko di pusat perbelanjaan Rangkasbitung, Lebak, Banten, Kamis (9/12/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/rwa.
13 September 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – EY-Parthenon menyatakan pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor pendorong signifikan dalam mengubah perilaku konsumen. Namun, firma konsultan bagian dari grup Ernst & Young ini menyebut perubahan tersebut justru merupakan peluang bagi pelaku ritel dan konsumen (consumer product and retail/CPR).

EY Future Consumer Index menunjukkan 38 persen konsumen Indonesia mengaku memiliki rencana untuk lebih sering berbelanja secara daring, ketimbang 23 persen konsumen global.

Bahkan, konsumen juga bersedia membagikan data pribadi demi pengalaman belanja online yang personal, serta membayar mahal untuk kemudahan. Sebagai bukti, 44 persen responden Indonesia mengaku bersedia membagikan datanya, ketimbang 23 persen konsumen global. Lalu, 46 persen konsumen Indonesia rela membayar premi untuk kenyamanan, dibandingkan 20 persen konsumen global.

Menurut EY Asean Consumer Products & Retail Leader, Olivier Gergele, perubahan perilaku konsumen ini terus berlanjut bahkan ketika pandemi virus corona berakhir kelak. Krisis karena pagebluk telah membuka peluang bagi kemunculan generasi baru konsumen digital di masa depan.

Dalam pandangannya, pelaku industri konsumen dan ritel perlu memikirkan cara melayani konsumen, yakni dengan menyesuaikan nilai dan kebutuhan konsumen dengan strategi perusahaan.

"Sikap konsumen yang berubah dengan cepat dan kemajuan teknologi akan terus mendisrupsi industri ritel dan konsumen dengan pesat. Untuk mengatasi disrupsi tersebut, pelaku industri harus mendefinisikan kembali cara terbaik untuk melayani konsumen di sepanjang perjalanan konsumen yang lebih luas,” kata Gergele, dalam keterangan resmi kepada media, dikutip Selasa (13/9).  

Masa depan ritel

paylater merupakan alat pembayaran digital
ilustrasi belanja dengan fitur paylater (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Dalam kasus kemampuan digital, EY-Parthenon menyoroti soal metaverse yang bakal menjadi masa depan industri ritel dan konsumen. Seiring kian terhubungnya dunia digital dan fisik, teknologi imersif tersebut menyimpan peluang bagi bisnis.

EY-Parthenon Partner, Consumer Products & Retail, Ernst & Young Solutions LLP, Patrick Bertalanffy, menyatakan saat infrastruktur metaverse masih dalam tahap pengembangan, pebisnis mesti mempersiapkan kemajuan dan adopsi yang pesat.

Menurutnya, metaverse akan mengubah cara konsumen menghabiskan waktu, berinteraksi satu sama lain dan dengan perusahaan, serta mencari, membeli, dan mengonsumsi produk dan pengalaman.

“Dengan penduduknya yang berusia muda dan merupakan digital native, Indonesia berada dalam posisi yang ideal untuk mengadopsi teknologi baru, termasuk metaverse dengan segera setelah infrastruktur pendukung tersedia,” kata Bertanlaffy.

Sementara, EY-Parthenon Indonesia Leader, EY Asia-Pacific Buy & Integrate Leader, EY Indonesia, Iwan Margono, berpendapat perusahaan ritel dan konsumen mesti memperkuat ikhtiar dalam membangun pengalaman omnichannel, pengembangan produk, dan pemasaran. Dia mengatakan pelaku industri perlu beradaptasi untuk mulai mengadopsi teknologi baru.

“Agar berhasil, pelaku industri ritel dan konsumen harus mendesain ulang bisnis mereka dengan mempertimbangkan bagaimana orang ingin menjalani hidup mereka dan mendefinisikan kembali bagaimana mereka melayani konsumen di sepanjang perjalanan konsumen yang terus berubah dan beragam,” ujar Irwan.

Related Topics