BUSINESS

Riset: 25 Perusahaan Besar Dunia Gagal Penuhi Target Bebas Emisi

BMW, Google hingga Unilever dianggap kurang integritas.

Riset: 25 Perusahaan Besar Dunia Gagal Penuhi Target Bebas EmisiEmisi CO2. (Pixabay/Pixource)
08 February 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – NewClimate Institute, organisasi nonprofit berbasis di Jerman yang fokus pada isu perubahan iklim, menyebutkan sebanyak 25 perusahaan besar dunia gagal untuk memenuhi janji bebas emisi (net-zero emission). Namun, laporan tersebut turut dikrititisi oleh sejumlah perusahaan yang menjadi subjek penelitian.

Dalam laporan bertajuk Corporate Climate Responsibilty Monitor 2022, New Climate Institute menyatakan, janji iklim dari 25 korporasi raksasa ternyata realisasinya hanya 40 persen, dan bukan 100 persen seperti yang seharusnya pada pakta netral karbon. Padahal, sejumlah perusahaan itu menyumbang lebih dari 5 persen terhadap emisi gas rumah kaca dunia.

Catatan tersebut adalah temuan dari studi terhadap sekian perusahaan—yang beroperasi di berbagai sektor dan wilayah—untuk menemukan transparansi dan integritas target iklim mereka. Laporan ini juga disusun bekerja sama dengan Carbon Market Watch, organisasi nonprofit yang punya rekam jejak penetapan harga karbon dan kebijakan internasional termasuk Uni Eropa.

Laporan menyebut 13 perusahaan yang telah menyatakan janji nol bersih, dengan secara eksplisit menyampaikan komitmen pengurangan, hanya sanggup mereduksi emisi dari rantai bisnis mereka rata-rata sebesar 40 persen pada 2019. Bahkan, 12 lainnya tidak memiliki komitmen soal pengurangan emisi secara spesifik.

“Kami mengungkap sebanyak mungkin praktik baik yang dapat ditiru, tetapi kami terus terang terkejut dan kecewa dengan integritas keseluruhan klaim perusahaan,” kata Thomas Day dari NewClimate Institute sekaligus penulis utama studi tersebut, Selasa (8/2).

Menurutnya, sejumlah perusahaan tersebut beroleh tekanan atas perubahan iklim, dan berjanji dengan ambisius. Namun, janji mereka menjadi kurang memiliki bukti atau substansi nyata. Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat mengalihkan perhatian konsumen dan regulator yang merupakan aktor penting untuk menentukan strategi mereka.

Tak sesuai target: nol bersih yang bukan nol

Janji nol bersih perusahaan, yang berarti pengurangan emisi di masa depan, ternyata tak sesuai dengan praktinya. Ambil misal Nestle. Menurut laporan, raksasa makanan minuman dunia itu mengeklaim pengurangan emisi 50 persen pada 2030 ketimbang 2018. Namun, realitasnya hanya 18 persen pada kurun sama.

Lalu, Google yang mengeklaim netral karbon sejak 2007 dan bebas karbon pada 2030. Meski menunjukkan kepemimpinan dalam beberapa aspek iklim, namun raksasa teknologi tersebut sebenarnya mengecualikan (exclude) lebih dari setengah emisi mereka pada 2020. Emisi Google juga telah meningkat selama tiga tahun terakhir.

Demikian juga untuk Carrefour yang berjanji netral karbon pada 2040, namun implementasinya hanya 2 persen dari total emisi mereka. Contoh lainnya, IKEA yang pengurangan emisinya hanya 15 persen meski menargetkan iklim positif (climate positive) pada 2030.

Laporan sama juga membuat semacam “peringkat” integritas yang menyoal komitmen serta transparansi sejumlah perusahaan dalam mengurangi emisi mereka. Peringkatnya dibagi menjadi lima, yaitu: high integrity, reasonable integrity, moderate integrity, low integrity, dan very low integrity. Semakin rendah peringkatnya diyakini janji nol bersih emisi perseroan akan sulit tercapai, dan sebaliknya.

Tak ada satu pun perseroan yang masuk daftar high integrity. Sedangkan, pada daftar reasonable integrity, hanya satu perusahaan logistik dari Denmark, yaitu Maersk. Sementara itu, Apple, Sony dan Vodafone masuk ke lis moderate integrity.

Sebaliknya, mayoritas atau sebanyak 11 perusahaan masuk very low integrity, di antaranya: BMW Group, Unilever, Accenture, dan lainnya. Sedangkan, perseroan yang tergolong low integrity, yaitu: Amazon, Walmart, Google, Walmart, Glaxosmithkline, Vale, dan lainnya.

“Perusahaan terbesar di dunia memiliki tanggung jawab besar untuk bangkit menghadapi tantangan yang kita hadapi. Hari ini, mereka gagal melakukannya,” kata Gilles Dufrasne dari Carbon Market Watch. Menurutnya, pemerintah negara dunia harus turun tangan untuk mengelola klaim perusahaan tersebut dan mengakhiri “iklan” yang menyesatkan dari mereka.

Tanggapan perusahaan

Namun, laporan tersebut dikritisi oleh sejumlah perusahaan terutama terkait metode pengukurannya. Benjamin Ware, Global Head of Climate Delivery and Sustainable Sourcing Nestle, mengatakan laporan itu tidak sepenuhnya memeriksa rencana perusahaan.

“Kami menyambut baik pengawasan atas tindakan dan komitmen kami terhadap perubahan iklim,” katanya kepada Fortune.com. “Namun, laporan tersebut kurang memahami pendekatan kami dan mengandung ketidakakuratan yang signifikan. Peta jalan iklim Nestlé telah divalidasi oleh Science-Based Targets Initiative, sebuah organisasi keberlanjutan perusahaan. Pekerjaan yang dilakukan sangat ketat dan ekstensif.”

Unilever kepada BBC News mengatakan meski punya perspektif berbeda dengan laporan, perseroan menyambut baik analisis dan telah memulai dialog produktif dengan NewClimate Institute untuk mengembangkan pendekatan perusahaan.

Sementara, Google menambahkan, perseroan telah secara jelas dan teratur mendefinisikan ruang lingkup komitmen iklim dalam laporan tahunan. Data energi dan emisi gas rumah kaca perseroan pun dijamin oleh lembaga seperti Ernst & Young.

Akan hal juru bicara Amazon yang menyebut perseroan memiliki tujuan mencapai nol karbon pada 2040. Perusahaan menetapkan target ambisius karena perubahan iklim adalah perkara serius dan butuh tindakan segera.

“Amazon berada di jalur untuk memperkuat operasi kami dengan energi terbarukan 100% pada tahun 2025, lima tahun lebih cepat dari target awal kami,” ujarnya seperti dilansir dari The Guardian.

Related Topics