BUSINESS

Emiten Batu Bara BSSR Bantah Serobot Lahan Pihak Ketiga di Kalsel

BSSR menjelaskan duduk perkara yang menimpa anak usaha

Emiten Batu Bara BSSR Bantah Serobot Lahan Pihak Ketiga di KalselIlustrasi sngketa tanah. (Pixabay/succo)
18 December 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR), angkat bicara terkait masalah sengketa tanah antara anak usahanya, yakni PT Antang Gunung Meratus (AGM) dengan PT Tapin Coal Terminal (TCT). Hal ini berujung pada aksi unjuk rasa  sekelompok orang di depan Gedung Bursa Efek Indonesia, Rabu (15/12) dan penutupan akses jalan angkutan batu bara di wilayah Tapin, Kalimantan Selatan (Kalsel). 

Kepolisian setempat memasang portal dan garis polisi di Jalan A Yani KM 101, Desa Suato Tatakan, Tapin Selatan, Kalimantan Selatan (Kalsel). Sementara itu, sejumlah pekerja tambang di wilayah itu pun mengaku dirugikan.

Dalam keterangannya, manajemen BSSR mengaku, penutupan terjadi bukan karena sengketa pekerja tambang—seperti yang sebelumnya beredar di media—melainkan karena TCT melanggar Perjanjian Kerja Sama Penggunaan Tanah 11 Maret 2010 (PKS Tukar Pakai Penggunaan Tanah 2010). Ikrar itu mengikat AGM dan TCT.

Bantah Tuduhan Menyerobot Lahan Pihak Ketiga

Peserta aksi di depan gedung BEI, ALPAMAR, sebelumnya menuding AGM menyerobot lahan pihak ketiga. BSSR pun membantah tudingan tersebut dan merujuk pada pelanggaran perjanjian kerja sama yang TCT lakukan terhadap anak usaha.

“TCT secara sepihak mengingkari (PKS) dan melakukan penutupan secara sepihak dengan memasang portal pada 28 November 2021 di ruas jalan angkut batu bara AGM—di bidang tanah yang jadi objek PKS Tukar Pakai Penggunaan Tanah 2010,” tulis manajamen BSSR dalam surat kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Jumat (17/12).

Guna mengatasi konflik tersebut, AGM sudah mengambil langkah hukum serta mengikuti upaya mediasi oleh pejabat dan aparat setempat.

Kronologi Masalah Sengketa Tanah

Awalnya, PKS Tukar Pakai Penggunaan Tanah 2010 tersebut dibuat antara AGM dan PT
Anugerah Tapin Persada (ATP) yang saat itu sedang dalam kondisi pailit.

Dalam PKS Tukar Pakai Penggunaan Tanah 2010, disebutkan ATP berhak untuk menggunakan tanah AGM seluas 9 meter x 202.7 meter di sebelah timur underpass KM 101 untuk jalan angkut batubara ATP. Sebaliknya, AGM berhak memakai tanah ATP seluas 16 meter x 114 meter di sebelah barat underpass KM 101 untuk jalan angkut batubara AGM.

Lalu sekitar tahun 2010, ATP beralih ke PT Bara Multi Pratama (BMP) dan kemudian
beralih ke TCT. Beralihnya kepemilikan pada bidang-bidang tanah tersebut tidak membuat perjanjian berakhir. Demikian menurut Pasal 2 dalam PKS tersebut.

Setidaknya sejak tahun 2011, AGM dan TCT sudah saling menggunakan dan memperoleh manfaat dari tanah obyek PKS Tukar Pakai Penggunaan Tanah 2010.

"Dengan demikian, berdasarkan hukum perjanjian yang berlaku, secara hukum TCT
telah mengakui dan menundukkan diri pada PKS Tukar Pakai Penggunaan Tanah 2010
tersebut," kata manajemen BSSR.

Hingga saat ini, perusahaan masih menghitung dampak material terkait perkara hukum tersebut. Sementara untuk mengantisipasi dampak operasional akibat penutupan jalan, manajemen mengungkapkan saat ini sebagian hasil produksi batubara AGM, khususnya hasil produksi batubara blok 4 AGM telah dialihkan melalui alternatif jalur logistik pihak ketiga.

Related Topics