Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Wendy Yap, Nakhoda di Balik "Sari Roti" Legenda Roti Indonesia

Wendy Yap - Presiden Direktur & CEO Nippon Indosari Corpindo

Jakarta, FORTUNE - Piet Yap, salah satu pendiri Bogasari dan sekaligus mantan eksekutif Grup Salim, memberikan penggambaran akurat mengenai putrinya, Wendy Yap, dalam sebuah memoar yang terbit terbatas, The First Grains: “Wendy adalah Sari Roti, dan Sari Roti adalah Wendy.” 

Bisnis Wendy Yap agaknya tidak jauh-jauh dari gandum. Sebelum namanya melekat dengan Sari Roti, dia lebih dulu berurusan dengan restoran cepat saji Amerika Serikat, Wendy’s. “Keluarga saya dapat franchise Wendy’s hamburgers tahun 1991. Kami dapat untuk Indonesia, Cina, Hong Kong,” ujar penerima Fortune Indonesia Business Person of The Year 2023 ini. Itu setelah dia merasa tidak mendapat cukup tantangan ketika bekerja di perusahaan real estate ayahnya di California, Amerika Serikat. Wendy’s jadi pilihan setelah terjadi diskusi panjang. 

“Kami terbang ke ke Columbus, Ohio, Amerika Serikat, langsung bertemu [pendiri Wendy’s] Dave Thomas. Dia tanya, kenapa membeli franchise untuk Asia. Di Amerika sudah besar dan masih banyak potensi,” katanya. Dave pun mempertanyakan minat mereka mendatangkan restoran itu ke Indonesia karena pengusaha Amerika itu bertujuan membangun bisnisnya di Eropa, Korea, dan Jepang. “Kenapa Indonesia?” ujar Wendy menirukan Dave. “I want this franchise because my daughter’s name is Wendy,” kata Wendy mengulang kembali alasan ayahnya. “Dave Thomas tertawa. Dia bilang, “okay, you got it.”

Pada awal 1995—beberapa tahun setelahnya, PT Wendy Citarasa, perusahaan yang menaungi Wendy’s dilepas kepada perusahaan lain, karena mendapatkan “harga yang sangat bagus, sangat tinggi,” ujar Wendy. Di lain pihak, dia mengatakan bahwa Piet merasa itu bukan keputusan tepat. Ayahnya justru menanyakan apa yang akan dikerjakan oleh anaknya jika bisnisnya itu dijual. “Saya maunya istirahat dulu beberapa bulan, mungkin satu tahun,” kata Wendy mengenang percakapan dengan Piet. Tanggapan ayahnya lebih tajam. Dia tidak mengizinkan anaknya untuk rehat. “Tidak boleh libur. Harus kerja,” kata sang ayah. 

Itulah momen ketika Piet mengajukan pertanyaan yang lantas turut melahirkan brand roti yang kelak menjadi raksasa. “Kenapa kamu enggak bikin roti?” ujar Wendy menirukan Piet. 

Melanggengkan Passion

Wendy mengiyakan permintaan Piet. Dengan satu syarat: dia menghendaki bisnis roti yang bersifat massal dalam kerangka manufaktur, bukan, dalam istilahnya, “boutique bakery.” Dia beralasan skala pabrikan mensyaratkan SOP yang bakal meneguhkan konsistensi kualitas hasil produksi. Dan, pengalamannya di Wendy’s membuat dirinya paham akan pentingnya proses dan SOP. 

Setelah keputusan diambil, mereka menetapkan harus mendatangi pihak yang tepat untuk diajak berkolaborasi. Wendy dan Piet kemudian terbang ke Jepang pada 1995 untuk bertandang ke markas Pasco Shikishima, salah satu produsen roti terbesar di Jepang. Pasco disasar karena Jepang saat itu dianggap memiliki teknologi dan sistem produksi roti massal terdepan secara global. Dalam bisnis makanan, teknologi, standar produksi, dan kebersihan sangat bertaut erat dengan kualitas produk jadi. “Jadi, kami bermitra dengan mereka,” ujarnya. Pada 1995, PT Nippon Indosari Corporation (NIC) didirikan lewat penanaman modal asing. Dua tahun kemudian, pabrik Cikarang, Jawa Barat berproduksi secara komersial. 

14 pabrik dengan produksi 5,1 juta roti per hari saat ini masih menerapkan standar teknologi maju ala Negeri Matahari Terbit itu. Pabrik ke-15 yang tengah dibangun pun demikian. Wendy pun tak alpa menautkan prinsip keberlanjutan dalam ekosistem produksinya

Dia mengatakan memikirkan, merancang, dan berperan penting terhadap hadirnya lebih dari  100 jenis roti dan kue yang menjadi produk Sari Roti saat ini.  Dia ikut menentukan proses, formula, kualitas bahan, dan komposisi tiap produk hingga dipasarkan. Semua rasa sebelum SKU diluncurkan “harus lewat saya,” ujar Wendy, “dan saya juga sering kali adakan blind test untuk memastikan rasa dan tekstur yang tepat.” Dia yakin ciri khas dan konsistensi akan memancing orang untuk tak pindah ke lain produk. Varian dengan selai cokelat, misalnya. “Semua orang suka Sari Roti cokelat,” katanya. 

Pantang Menyerah

Krisis menegaskan ketangguhan, dan Wendy membuktikan itu. Ketika krisis keuangan melanda Asia pada 1997-98, Sari Roti justru mendongkrak utilisasi produksinya dari 20 persen menjadi 80 persen untuk memenuhi kebutuhan pasokan di minimarket dan kanal pemasaran tradisional. 

Dua tantangan saat itu, menjaga standar dan konsistensi produk dan godaan menaikkan harga. “Untungnya, partner Jepang sangat baik. Mereka menugaskan dua tenaga ahli dari Jepang. Walaupun di tengah krisis, mereka membantu kami menjaga kualitas, konsistensi, dan kapasitas produksi,” ujarnya. 

Harga pun menjadi pertimbangan. Walaupun laku karena dibutuhkan, Wendy tidak ingin menaikkan harga. Saat terjadi krisis dan banyak minimarket tutup, dia mengatakan bisa saja ambil untung setinggi-tingginya karena orang pasti beli. Tetapi, jalan itu tidak dia ambil. “Kami punya kualitas yang bagus, tapi harga tetap harus terjangkau. Itu lebih penting buat saya. Dari sanalah brand Sari Roti jadi lebih terkenal lagi,” ujarnya.

Perempuan kelahiran 1955 ini juga berperan dalam mematangkan strategi pemasaran serta distribusi. Produk Sari Roti awalnya hanya dipasarkan di Jabodetabek baru kemudian merambah ke pelosok pulau Jawa hingga akhirnya seluruh Indonesia. “Awalnya hanya ada roti tawar, ada roti tawar spesial, terus ada roti manis. Ya baru 10 atau 20 SKU. Belum banyak,” katanya mengenang. Namun, seiring waktu, perusahaan mulai mereguk untung pada 2002 dan berlanjut membangun pabrik kedua di Pasuruan dan terus melesat hingga 2009. Wendy pun mantap mengambil langkah besar untuk mengantarkan perusahaan tersebut go public. “Saya bicara sama almarhum ayah dan Anthony Salim, bahwa saya mau Sari Roti go public, dan 2010 terwujud. Saat itu kami sudah punya lima pabrik dan kapasitas produksi terus meningkat,” katanya. 

Usai listing dengan kode emiten ROTI, perusahaan terus bertumbuh. Dalam perjalanannya, ROTI menggelar rights issue pada 2017. Modal tersebut digunakan untuk membangun lima pabrik baru. Kualitas tetap jadi fokus utama Wendy. Tak jarang ia membeli sendiri produknya—baik di minimarket hingga airport—untuk memeriksa langsung kualitas produk hingga sampai ke tangan pelanggan. 

Saat ini, produk Sari Roti dapat ditemukan di lebih dari 80.000 titik penjualan, katanya. “Kami menjadi yang terbesar di Asia dari sisi outlet,” ujar pemimpin dari perusahaan yang pada 2022 memiliki 6.118 pegawai ini. 

Sebagai konteks kecil, Indonesia tidak memproduksi gandum, tapi salah satu konsumen besar. Departemen Pertanian Amerika Serikat menyatakan total konsumsi gandum Indonesia pada 2022-23 ditaksir mencapai 9,5 juta ton setara gandum, lebih kecil dari perkiraan sebelumnya yang mencapai 9,7 juta ton. Australia menjadi pemasok terbesar dengan 46,7 persen pangsa pasar. Sementara untuk roti sendiri, pasar Indonesia diyakini akan terus tumbuh menyusul maraknya urbanisasi dan berkurangnya waktu menyiapkan makanan, demikian riset 6Wresearch. Pertumbuhan juga diramalkan terjadi karena perubahan gaya hidup dan preferensi makanan, yang menyebabkan peningkatan permintaan roti. 

Krisis lain, yakni Covid-19, yang menjangkiti Tanah Air pada 2020, juga menjadi tantangan tersendiri. Yang ada pada pikiran Wendy saat itu adalah bagaimana agar produksi massal tidak terganggu, pun dengan keselamatan karyawan. Bahkan Ia tidak segan menyewa hotel dekat pabrik agar karyawan tidak menggunakan transportasi massal. “Pada awal pandemi, kalau ada karyawan terkena Covid satu saja, semua akan repot bahkan pabrik harus tutup sementara untuk proses desinfektan,” ujarnya.

Dengan masuknya wabah, terbit momentum untuk memperluas kanal digital. Setahun sebelum pandemi, kanal digital yang dikembangkan dipercepat untuk menggenjot penjualan. Tak hanya itu, kanal tradisional atau penjaja keliling yang dimulai sejak 1998 juga digenjot untuk menjangkau pelanggan khususnya saat penerapan PSBB/PPKM. 

Wendy mengeklaim pangsa pasar Sari Roti secara nasional mencapai 18 persen. Meskipun dibayangi para pesaingnya, dia tetap yakin produknya tetap berjaya. Ketika harga gandum meroket pun, dia tidak khawatir karena disokong Bogasari dan para pemasok lain. “Kenaikan harga gandum memang jadi tantangan, termasuk bahan baku lain. Tapi kami membeli dalam volume besar sehingga mampu bernegosiasi untuk mendapatkan harga yang terbaik,” ujarnya.

Menyoal channeling di Modern Trade, Wendy juga percaya diri. Saat ini pangsa minimarket dan supermarket berkontribusi 70 persen terhadap total penjualan. “Kami hadir di lebih dari 50 supermarket dan minimarket ternama yang mencakup lebih dari 43.000 outlet di seluruh Indonesia,” katanya. 

Wendy optimistis dengan produknya. Apalagi saat pandemi, inovasi lewat produk roti Klasik Series, roti Jumbo Series, maupun Sari Choco Milk mendapat sambutan baik. Dia ingin berkonsentrasi menghadirkan panganan yang mudah didapatkan dengan harga terjangkau. Sesuai dengan prinsip dari Piet, sang ayah yang juga mentornya: “Whatever you do, always remain in the food industry because you have to feed a nation.”

Share
Topics
Editorial Team
pingit aria mutiara fajrin
Editorpingit aria mutiara fajrin
Follow Us