Fed Tahan Suku Bunga, Ancaman Tarif Trump Jadi Faktor Kunci

Intinya sih...
Fed mempertahankan suku bunga pada kisaran 4,25–4,50 persen
Ketidakpastian kebijakan tarif Trump memengaruhi arah perekonomian luas
Inflasi masih tinggi dan angka pengangguran relatif stabil
Jakarta, FORTUNE - Bank Sentral Amerika Serikat (Fed) memutuskan menahan suku bunga acuannya menyusul ketidakpastian ekonomi akibat potensi kebijakan tarif yang diusung Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC), Rabu (7/5), Fed mempertahankan suku bunga pada kisaran 4,25–4,50 persen. Keputusan ini, meski telah diperkirakan banyak pelaku pasar, menyoroti kerentanan ekonomi terhadap faktor-faktor eksternal yang tidak menentu.
Ketua Fed, Jerome Powell, mengakui situasi saat ini menempatkan otoritas moneter itu pada posisi yang sulit. Ketidakpastian yang menyelimuti potensi kebijakan tarif Trump dinilai dapat memengaruhi arah perekonomian secara luas.
"Kita mungkin tidak akan mengalaminya, tetapi kita harus mulai mempertimbangkannya sekarang," ujar Powell, merujuk pada potensi kenaikan inflasi dan meningkatnya angka pengangguran yang bisa timbul sebagai dampak dari kebijakan dagang yang tidak pasti tersebut.
Langkah Fed mempertahankan suku bunga sebenarnya telah diperkirakan oleh banyak pelaku pasar. Analis menilai kondisi perekonomian AS masih cukup kuat untuk menopang kebijakan moneter saat ini.
“Inflasi masih tinggi dan cenderung sulit ditekan, sementara angka pengangguran relatif stabil. Fed belum punya cukup alasan untuk mulai memangkas suku bunga,” ujar Chris Brigati, Kepala Investasi di SWBC, sebuah perusahaan asuransi dan jasa keuangan.
Ketidakpastian akibat potensi kebijakan tarif ini memang telah menciptakan gejolak di pasar sejak awal bulan lalu, tecermin pada merosotnya indeks sentimen konsumen. Laporan Beige Book terbaru—ringkasan kondisi ekonomi dari bank-bank regional Fed—bahkan menegaskan ketidakpastian ini menyebar luas dan berdampak pada proyeksi ekonomi yang kian suram.
Meskipun demikian, sinyal negatif tersebut belum sepenuhnya terefleksikan pada seluruh indikator utama perekonomian. Laporan ketenagakerjaan April, misalnya, justru menunjukkan hasil yang lebih baik dari proyeksi awal.
Amerika Serikat berhasil menambah 177.000 lapangan pekerjaan, melampaui ekspektasi pasar yang dipatok 135.000, sementara tingkat pengangguran stabil pada level 4,2 persen.
Namun, inflasi tetap menjadi perhatian utama Fed. Indeks harga konsumen yang menjadi acuan bank sentral mencapai 2,3 persen pada Maret, angka terendah sejak lonjakan signifikan pada 2021-2022. Meski demikian, level tersebut masih di atas target ideal 2 persen.
Ancaman tarif Trump berpotensi kembali memicu kenaikan harga di saat pasar tenaga kerja mulai menunjukkan tanda-tanda tekanan.
Dalam situasi pelik ini, Powell mengisyaratkan kemungkinan skenario terburuk: stagflasi, kondisi ketika inflasi tinggi berbarengan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Ia mengakui skenario semacam itu akan membuat mandat ganda Fed—menjaga stabilitas harga (inflasi) dan mendorong lapangan kerja—menjadi saling bertentangan.
“Kami akan mengevaluasi seberapa jauh deviasi dari target, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke jalur yang sesuai,” ujarnya.