Hadapi Tantangan Industri Asuransi 2026, OJK: Aset Harus Tumbuh

- Aset industri asuransi nasional harus tumbuh 7-9% untuk mencapai RPJMN 2029
- Industri asuransi menghadapi peluang dan tantangan di tahun 2026, termasuk rencana penerapan asuransi wajib bencana dan aturan asuransi kesehatan
- Tantangan inflasi medis dan pemenuhan modal menjadi fokus, dengan harapan perusahaan bisa berinovasi untuk meningkatkan modal
Jakarta, FORTUNE – Kepala Departemen Pengawasan Asuransi dan Jasa Penunjang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sumarjono mengungkapkan, aset industri asuransi nasional ditargetkan harus tumbuh 7 hingga 9 persen guna mencapai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2029.
“Saat ini aset asuransi kita di angka mungkin sekitar 5 persen sekian ya kalau dibanding PDB. Dan kita harus menuju ke angka 20 persen untuk menjadi Indonesia emas,” kata Sumarjono dalam diskusi Indonesia Economic & Insurance Outlook 2026 di Jakarta, (22/12).
OJK sendiri mencatat total aset industri asuransi per Oktober 2025 mencapai Rp1.192,11 triliun atau naik 5,16 persen (YoY). Dari sisi asuransi komersial, total aset tercatat sebesar Rp970,98 triliun atau tumbuh 6,23 persen (YoY).
Untuk mencapai target tersebut, industri ini masih menghadapi berbagai peluang dan tantangan di tahun 2026 mendatang. Sejumlah peluang pertumbuhan yang bisa dimanfaatkan, lanjut Sumarjono, ialah rencana penerapan asuransi wajib bencana hingga aturan asuransi kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah.
“Jadi nanti kiranya kita ciptakan juga asuransi-asuransi wajib, seperti bencana dan lain sebagainya yang tentunya bukan hanya bermanfaat untuk masyarakat, tetapi juga menjaga stabilisasi dari APBN kita,” ujar Sumarjono.
Inflasi medis hingga pemenuhan modal jadi tantangan industri asuransi

Selain itu, Sumarjono juga mengungkapkan tantangan inflasi medis masih membayangi industri asuransi khususnya asuransi jiwa. Menurutnya, ke depan harus ada proses medical underwriting dan klaim manajemen yang lebih pruden.
“Tantangan medical inflation yang diperkirakan di tahun depan itu adalah 10,3%. Hal ini bisa menjadi salah satu tantangan yang cukup besar terutama karena inflasi medis yang tinggi telah terjadi di beberapa tahun terakhir,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan juga menyebut aturan pemenuhan modal masih menjadi tantangan bagi industri asuransi umum. Salah satunya menyangkut implementasi POJK 23/2023 mengenai aturan ekuitas minimum Rp250 miliar bagi perusahaan asuransi dan reasuransi akan berlaku pada akhir tahun 2026.
Budi mengungkapkan, terdapat 10 asuransi umum yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum. Namun demikian pihaknya berharap perusahaan tersebut bisa berinovasi untuk meningkatkan modal.
“Harapan saya tentunya pemenuhan ekuitas ini bisa dilalui, tinggal kita memikirkan bagaimana menghadapi tahun 2028, tentunya dengan satu kondisi ekonomi dan semua yang memang ada keberpihakan di industri asuransi umum,” ujar Budi.
Meski demikian, OJK masih mencatat kinerja asuransi komersial berupa pendapatan premi pada periode Januari-Oktober 2025 masih tumbuh 0,42 persen (YoY) menjadi Rp272,78 triliun. Nilai pendapatan premi ini terdiri dari premi asuransi jiwa yang terkontraksi sebesar 1,11 persen (YoY) dengan nilai sebesar Rp148,86 triliun, dan premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh 2,33 persen (YoY) dengan nilai sebesar Rp123,92 triliun.


















