Kredit Bank Tumbuh Lambat 6,9%, Ekonom: Bank Waspadai Segmen Berisiko

- Kredit perbankan tumbuh 6,9% (YoY) pada Oktober 2025, melambat dari bulan sebelumnya.
- Bank waspadai segmen berisiko sehingga menahan penyaluran kredit, likuiditas bank masih cukup memadai.
- Kredit ke sektor korporasi tumbuh 10,2% (YoY), sementara kredit kepada debitur perorangan hanya tumbuh 3% (YoY).
Jakarta, FORTUNE – Laporan Analisis Uang Beredar Bank Indonesia (BI) mencatat penyaluran kredit perbankan pada Oktober 2025 mencapai Rp 8.106,8 triliun atau hanya tumbuh 6,9 persen (YoY). Pertumbuhan kredit ini melambat bila dibandingkan dengan realisasi di September 2025 yang sebesar 7,2 persen (YoY).
Menanggapi hal tersebut, Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede menganggap perbankan mewaspadai beberapa segmen berisiko sehingga menahan penyaluran kredit. Padahal, likuiditas perbankan masih cukup memadai.
“Likuiditas bank sebenarnya cukup longgar, tetapi sisi permintaan kredit dan keberanian bank untuk menyalurkan pembiayaan ke segmen yang lebih berisiko masih tertahan,” kata Josua kepada Fortune Indonesia saat dihubungi di Jakarta, Jumat (21/11).
Kredit yang disalurkan bank tercatat masih cukup deras kepada sektor korporasi yang mampu tumbuh 10,2 persen (YoY) di sepuluh bulan pertama 2025. Sedangkan, kredit kepada debitur perorangan hanya tumbuh 3 persen (YoY) atau melemah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 3,2 persen. Josua berpandangan, risiko penyaluran kredit ke segmen UMKM masih tinggi. Tercatat, rasio NPL UMKM yang berada pada kisaran 4,5 persen atau menunjukkan tren sedikit meningkat.
Tak hanya itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tercatat sedikit melambat meski masih tumbuh lebih baik dibandingkan kredit. Tercatat, DPK perbankan naik 8,1 persen (YoY) menjadi Rp 9.153,6 triliun.
Pertumbuhan ini didorong oleh produk giro yang naik 13,2 persen secara tahunan menjadi Rp2.864 triliun. Sementara simpanan berjangka tumbuh sebesar 4,9 persen secara tahunan mencapai Rp 3.292 triliun. Terakhir, untuk produk tabungan masyarakat juga tercatat mengalami pertumbuhan 7,2 persen secara tahunan menjadi Rp 2.996,6 triliun.

















