Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Perlawanan Fast Fashion Meningkat, Festival Pakaian Bekas Digelar di Prancis

Paradaya Mentri.jpg
Dok. Instagram slowfashionweekmarseille

Jakarta, FORTUNE - Perlawanan terhadap dominasi fast fashion kian menguat di berbagai penjuru dunia. Di tengah meningkatnya kesadaran akan dampak lingkungan dan sosial dari industri mode cepat, gerakan slow fashion terus menunjukkan taringnya. Salah satu bentuk nyata dari perlawanan ini adalah penyelenggaraan Slow Fashion Week perdana di Prancis, tepatnya di kota Marseille, pada 7–14 Juni 2025.

Jauh dari gemerlap ibu kota mode dunia, ajang ini menawarkan alternatif yang lebih berkelanjutan—menyoroti pakaian bekas, produksi lokal, dan praktik ramah lingkungan sebagai poros utama perubahan. Di tengah meningkatnya perbincangan global soal dampak lingkungan industri fesyen, perhelatan ini juga menegaskan gerakan yang kian berkembang di dalam industri untuk mendorong konsumsi dan produksi yang lebih bertanggung jawab.

Slow Fashion Week digelar oleh BAGA collectif, inisiatif berbasis komunitas yang lahir di Marseille pada awal 2023 dan kini menjadi motor utama gerakan fesyen etis di kota tersebut.

"Sebagai respons terhadap pekan mode tradisional yang kerap bersifat elitis dan berdampak buruk terhadap lingkungan, Slow Fashion Week hadir dengan pendekatan yang inklusif dan bertanggung jawab. Acara ini memberikan kesempatan bagi siapa saja—baik yang sekadar penasaran, profesional, maupun penggemar fesyen—untuk mengenal para pelaku utama fesyen masa depan, termasuk merek-merek yang mengusung upcycling dan solusi inovatif, yang menempatkan Marseille sebagai ibu kota baru bagi fesyen yang berkesadaran," tulis BAGA collectif dalam keterangan pers, Senin (16/6).

Slow Fashion Week menghadirkan lebih dari 50 acara, termasuk peragaan busana, lokakarya bordir dan reparasi pakaian, sesi upcycling, hingga kunjungan studio—semuanya dengan pendekatan fesyen yang praktis dan edukatif. Acara ini secara sadar menghindari kemegahan yang biasanya melekat pada pekan mode konvensional, dengan para peserta tampil kasual dan panggung runway yang memanfaatkan latar otentik kota Marseille, bukan gedung-gedung mewah.

Salah satu sorotan acara adalah peragaan busana di atas kapal layar yang bersandar di esplanade MuCEM, di mana merek lokal Topsis menampilkan koleksi yang seluruhnya dibuat dari pakaian olahraga bekas yang dikumpulkan di Marseille. Baik tempat maupun konsep pertunjukan mencerminkan semangat acara secara keseluruhan: menonjolkan keterampilan tangan dan akses lokal, bukan eksklusivitas pekan mode pada umumnya.

Berani lebih inklusif

Melansir The Impression, meskipun Slow Fashion Week dinilai lebih inklusif dibandingkan pekan mode tradisional, audiensnya masih didominasi kalangan internal industri. Hal ini menunjukkan tantangan yang masih ada dalam memperluas daya tarik fesyen lambat ke khalayak yang lebih luas. BAGA collectif menargetkan perubahan itu, dengan rencana menjadikan Slow Fashion Week sebagai acara tahunan, menjadikan Marseille sebagai pelopor fesyen etis dan berkelanjutan, serta contoh bagaimana kota lain dapat menerapkan pendekatan lokal berbasis komunitas.

Le Monde melaporkan, waktu pelaksanaan Slow Fashion Week juga bertepatan dengan perdebatan dan pengesahan undang-undang oleh Senat Prancis yang bertujuan membatasi impor fast fashion murah dari perusahaan raksasa seperti Shein. Ini juga menjadi jawaban konkret terhadap pakaian massal sekali pakai, sekaligus mengangkat kesadaran akan dampak sosial dan lingkungan dari harga pakaian yang terlalu murah.

Gerakan perlawanan terhadap fast fahion tak hanya berlangsung di Prancis. Melansir The Slow Fashion Market, banyak kota dan negara di berbagai belahan dunia telah menjadi tuan rumah acara fesyen berkelanjutan, dengan format beragam seperti konferensi, pasar komunitas, fashion show etis, hingga festival upcycling. Sejumlah negara turut menyelenggarakan acara serupa sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi fast fashion. Salah satunya adalah Global Sustainable Fashion Week pada 2016 di Budapest, Hungaria.

Di Inggris, terdapat Sustainable Fashion Week yang digelar setiap tahun. Sementara itu, Australia memiliki Slow Fashion Market yang rutin digelar di kota-kota besar seperti Melbourne, Sydney, dan Canberra. Gelombang afrosustainable turut menggema lewat Lagos Fashion Week di Nigeria, Eco Fashion Week Africa, serta Slow Fashion Fest di Valencia, Spanyol. Semua acara ini menunjukkan bahwa gerakan slow fashion kini menjadi fenomena global yang terus berkembang lintas benua.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
pingit aria mutiara fajrin
Editorpingit aria mutiara fajrin
Follow Us