Bitcoin dan Emas Berebut Panggung Christmas Rally 2025, Siapa Juara?

Jakarta, FORTUNE - Menjelang libur Natal dan Tahun Baru, fenomena Christmas Rally kembali menyita perhatian pelaku pasar global. Pola musiman ini merujuk pada kecenderungan meningkatnya aktivitas dan harga aset pada akhir Desember hingga awal Januari, yang awalnya dikenal di pasar saham tradisional dan kini merambat ke pasar aset kripto. Banyak yang penasaran, apakah Bitcoin atau emas yang akan memimpin penguatan harga kali ini?
Selama ratusan tahun, emas menjadi pilihan utama sebagai aset pelindung nilai saat inflasi meningkat atau terjadi pelemahan mata uang. Permintaannya biasanya meningkat pada kuartal terakhir setiap tahun karena kebutuhan perhiasan di Tiongkok dan India, serta pembelian cadangan oleh bank sentral. Namun dominasi emas kini mendapat pesaing baru. Bitcoin dalam beberapa tahun terakhir mulai disebut sebagai “emas digital” berkat pasokannya yang terbatas dan bersifat terdesentralisasi.
Melansir CoinMarketCap, harga Bitcoin bahkan sempat menembus US$ 125.000 pada Oktober 2025, didorong oleh derasnya arus modal investor global dan kebijakan moneter yang longgar. Meski begitu, volatilitas tajam masih menjadi tantangan utama bagi Bitcoin, berbeda dengan emas yang cenderung stabil meski kenaikannya lebih lambat.
Pergerakan Christmas Rally kali ini sangat dipengaruhi kondisi makroekonomi, terutama kebijakan moneter The Federal Reserve, inflasi, dan likuiditas pasar. Hasil dari Christmas rally sangat bergantung pada kondisi makroekonomi. Faktor utama mencakup kebijakan Federal Reserve, data inflasi, dan likuiditas pasar secara umum.
Mengutip laporan TradingView, Federal Reserve Amerika Serikat memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada Oktober 2025, menurunkannya ke kisaran 3,75–4,00 persen. Suku bunga yang lebih rendah biasanya melemahkan dolar AS dan meningkatkan minat investor pada aset alternatif seperti Bitcoin.
Pada saat yang sama, inflasi tahunan AS naik menjadi 3,0 persen pada September 2025, dari 2,9 persen pada bulan sebelumnya. Kondisi ini biasanya mendorong investor beralih ke aset lindung nilai seperti Bitcoin dan emas. Dalam kondisi likuiditas tinggi, Bitcoin disebut lebih agresif merespons arus dana institusional, bahkan aliran dana yang relatif kecil dari ETF dapat menggerakkan harga dalam waktu singkat.
Profil peminat antara kedua aset juga berbeda. Pembeli emas terbesar adalah bank sentral, dana kekayaan negara, dan peritel perhiasan. Adapun Bitcoin paling banyak diadopsi oleh investor ritel, pengusaha teknologi, dan generasi muda.
Data historis memperlihatkan bahwa masing-masing aset memiliki momentum unggulnya sendiri. Pada 2020, ketika stimulus besar-besaran diluncurkan saat pandemi, Bitcoin menguat hingga mendekati US$ 29.000 pada akhir tahun, mengalahkan performa emas. Namun situasi berbalik pada 2021–2022 ketika bank sentral menaikkan suku bunga agresif untuk meredam inflasi, emas bertahan dan beberapa kali mencatat kenaikan, sementara Bitcoin tertekan tajam.
Dengan kondisi suku bunga yang kembali dipangkas dan inflasi yang masih berada di atas target, pasar kini menantikan apakah akhir tahun ini akan menjadi panggung emas atau justru kesempatan bagi Bitcoin untuk kembali bersinar dalam Christmas Rally.








