Bitcoin Lampaui Rp1,5 Miliar, Reli Menguat Jelang Keputusan FOMC

Jakarta, FORTUNE - Bitcoin (BTC) kembali menguat di awal Desember dengan menembus level US$90.000 dan diperdagangkan mendekati US$93.000 atau sekitar Rp1,54 miliar pada Kamis (4/12). Kenaikan ini menjadi sinyal pemulihan solid setelah tekanan jual besar pada November, ketika harga BTC sempat anjlok sekitar 17 persen dan membukukan performa bulanan terburuk dalam beberapa bulan terakhir. Dalam 24 jam terakhir, BTC bergerak stabil di rentang US$91.000–US$94.000 dan sempat mencapai level tertinggi dua pekan.
Sentimen positif juga tercermin dari lonjakan kapitalisasi pasar kripto global sebesar 7,4 persen menjadi US$3,24 triliun. Sejumlah aset kripto utama ikut terkerek, termasuk Ethereum yang naik 9,1 persen ke sekitar US$3.055 dan Solana yang menguat lebih dari 12 persen ke kisaran US$141. Indeks Fear & Greed turut menunjukkan perbaikan, meningkat dari 16 ke 22, menandakan kekhawatiran ekstrem mulai berkurang meski pelaku pasar masih berhati-hati.
Beberapa katalis besar memicu lonjakan Bitcoin kali ini. Salah satu yang paling disorot adalah keputusan mengejutkan dari perusahaan manajemen aset raksasa Vanguard, yang kembali membuka akses bagi 50 juta nasabahnya untuk berinvestasi di ETF Bitcoin spot, termasuk IBIT milik BlackRock. Kebijakan ini langsung meningkatkan volume perdagangan ETF Bitcoin, yang dilaporkan menembus sekitar US$1 miliar hanya dalam 30 menit setelah pembatasan dicabut. Langkah Vanguard dinilai sebagai indikasi kuat bahwa minat institusi terhadap aset digital memasuki fase yang lebih matang.
Optimisme pasar juga didorong kebijakan baru Bank of America yang mulai merekomendasikan alokasi kripto sebesar 1 persen–4 persen dalam portofolio nasabah. Bank tersebut kini memberi izin kepada lebih dari 15.000 penasihat keuangan untuk menyarankan ETF Bitcoin kepada klien mereka. Para analis memandang keputusan ini berpotensi mendorong aliran modal institusional bernilai ratusan miliar dolar menuju ekosistem aset digital dalam beberapa tahun mendatang.
Dari sisi on-chain, data menunjukkan terjadinya akumulasi agresif oleh institusi dan pelaku besar. Saat harga sempat terkoreksi, lebih dari 40.000 BTC diserap lembaga keuangan hanya dalam 24 jam, sementara jumlah Bitcoin yang tersimpan di bursa turun ke titik terendah dalam beberapa tahun. Penurunan suplai di bursa kerap mengindikasikan bahwa investor lebih memilih menyimpan aset untuk jangka panjang, sehingga tekanan jual berkurang.
Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menilai reli Bitcoin kali ini didorong oleh kombinasi faktor makro dan masuknya pemain besar. “Kombinasi antara masuknya Vanguard, rekomendasi baru dari Bank of America, serta ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed menciptakan apa yang bisa disebut sebagai ‘perfect storm’ bagi Bitcoin. Minat institusi kembali meningkat dan hal ini memberikan fondasi yang kuat untuk reli jangka menengah," ujarnya dalam keterangan kepada Fortune Indonesia, Kamis (4/12).
Namun, Fyqieh mengingatkan bahwa tantangan teknikal masih signifikan, terutama di area US$93.000–US$95.000 yang menjadi zona resistensi kuat sejak lama. “Meskipun harga bergerak kuat, pasar belum sepenuhnya pulih dari tekanan besar di November. Level US$93.000 hingga US$95.000 adalah resistance kritis. Jika gagal ditembus, Bitcoin sangat mungkin terkoreksi kembali ke area US$88.000, terutama menjelang FOMC yang selalu membawa volatilitas tinggi," ujarnya.
Prospek harga Bitcoin di Desember 2025
Faktor makro memang memiliki pengaruh besar minggu ini. Pasar kini memperkirakan peluang 87 persen bahwa The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin pada pertemuan 9–10 Desember. Ekspektasi pelonggaran moneter biasanya meningkatkan selera terhadap aset berisiko seperti Bitcoin, terutama ketika dolar AS melemah dan likuiditas global meningkat. Di sisi lain, regulasi baru di Inggris melalui Property (Digital Assets etc) Act memberikan kepastian hukum lebih kuat bagi aset digital dan menambah sentimen positif secara global.
Secara teknikal, Bitcoin berada di fase penentu. Para analis menilai BTC perlu menembus dan bertahan di atas US$93.000 untuk membuka peluang menuju US$100.000–US$102.000, yang berdekatan dengan level 50-week moving average. Sebaliknya, penurunan di bawah US$88.000 dapat memicu koreksi lebih dalam hingga US$82.000 atau mengembalikan pasar ke tren bearish jangka menengah jika tekanan jual meningkat.
Fyqieh menegaskan pentingnya beberapa hari ke depan. Ia mengatakan, “Level US$100.000–US$102.000 akan menjadi pertempuran besar berikutnya. Jika Bitcoin mampu bertahan di atas US$93.000 setelah rilis FOMC, peluang menuju US$100.000 di bulan Desember sangat terbuka. Namun sinyal hawkish dari The Fed dapat membawa BTC turun ke US$88.000 atau bahkan menguji ulang US$82.000. Investor harus sangat disiplin dalam manajemen risiko.”
Menurutnya, ke depan pelaku pasar menyoroti tiga faktor kunci: arah kebijakan FOMC, arus dana ETF Bitcoin spot yang semakin deras seiring langkah Vanguard, serta perkembangan upgrade Ethereum Fusaka yang berpotensi meningkatkan minat terhadap aset digital secara keseluruhan.
Meski prospek jangka panjang Bitcoin tetap konstruktif, volatilitas jangka pendek diperkirakan masih tinggi. Para analis menilai pergerakan BTC dalam 7–10 hari mendatang akan menentukan apakah reli saat ini merupakan fase awal kenaikan baru atau hanya pantulan sementara sebelum memasuki konsolidasi lebih panjang.









