Harga Emas Bertahan Meski Suku Bunga Suku Bunga The Fed Tinggi

- Harga emas terus menguat, mencapai 2.934 per troy ounce.
- Kenaikan harga emas disebabkan kekhawatiran terhadap kemerosotan ekonomi global oleh perang dagang akibat kebijakan tarif Trump.
- Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana tarif timbal balik terhadap negara-negara tertentu, meningkatkan volatilitas pasar dan mendorong investor beralih ke emas sebagai aset lindung nilai.
Jakarta, FORTUNE - Harga emas masih melanjutkan tren penguatan. Berdasarkan Trading Economics, Jumat (14/2) pukul 14:30 WIB, emas diperdagangkan di harga 2.934 per troy ounce.
Dalam sehari harga emas menguat 0,9 persen dan dalam sepekan menguat 4,88 persen. Ini merupakan pekan ketujuh dimana harga emas terus menunjukkan penguatan secara berturut-turut.
Analis Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong mengatakan penguatan harga emas disebabkan adanya kekhawatiran terhadap kemerosotan ekonomi global oleh perang dagang yang disebabkan oleh kebijakan tarif Trump. Investor melakukan tetap ingin membutu emas di tengah huru-hara kebijakan Trump.
Sementara data inflasi produsen AS yang lebih kuat dari yang diharapkan memperkuat pandangan bahwa Federal Reserve tidak akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat. Meski begitu, logam mulia ini tetap tangguh di tengah kondisi ketidakpastian dan ancaman perang dagang yang sedang berlangsung.
"Jadi meskipun data ekdan global yang normal, namun investor lebih mengkhawatirkan dampak eknomi dari kebijkan Trump," kata Lukman kepada Fortune Indonesia Jumat (14/2).
Kenaikan tarif dan perang dagang
Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana tarif timbal balik terhadap negara-negara yang mengenakan pajak atas impor AS.
Adapun Trump telah menginstruksikan tim ekonominya untuk merancang skema tarif baru yang menyasar negara-negara seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Uni Eropa.
Langkah tersebut melanjutkan kebijakan tarif sebelumnya, termasuk 25% pada impor baja dan aluminium, serta 10% pada barang-barang asal Tiongkok dan 25% pada Kanada dan Meksiko, meskipun beberapa tarif masih ditangguhkan.
"Peningkatan ketegangan perdagangan berpotensi meningkatkan volatilitas pasar dan mendorong investor untuk beralih ke emas sebagai aset lindung nilai," kata Research and Development ICDX Jonathan Octavianus dalam risetnya.
Data terbaru makroekonomi menunjukkan, Indeks Harga Produsen (PPI) AS naik 0,4 persen pada Januari 2025, melampaui ekspektasi 0,3 persen, mengindikasikan tekanan inflasi yang masih bertahan.
Kenaikan inflasi ini kemudian memperkuat spekulasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan tetap menahan suku bunga di level yang tinggi, setidaknya hingga paruh kedua tahun ini.
Pernyataan dari Ketua The Fed Jerome Powell dalam sidang kongres juga kisan menegaskan bahwa kebijakan moneter akan tetap ketat, dengan suku bunga kemungkinan bertahan lebih lama untuk mengendalikan inflasi.
Investor juga menantikan rilis data penjualan ritel dan penjualan ritel inti AS untuk Januari 2025 yang akan diumumkan malam ini. Konsensus pasar memperkirakan penurunan penjualan ritel ke -0,2 persen secara bulanan (MoM) dari sebelumnya 0,4 persen MoM, sedangkan penjualan ritel inti diperkirakan turun tipis ke 0,3% MoM dari sebelumnya 0,4 persen MoM.
Penurunan ini dapat mencerminkan melemahnya konsumsi domestik, yang berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi AS.
Dari sisi teknikal, Jonathan memproyeksi harga emas dengan support terdekat berada di kisaran US$2.924 hingga US$2.921, dengan resistance terdekat di US$2.932 hingga US$2.937. Jika tekanan jual meningkat, ia meramal support lebih dalam berada di US$2.913, sementara resistance terjauh berada di US$2.945. Sedangkan Lukman menargetkan emas di US$3.350 pada semester I 2024.