Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

IHSG Sepekan Terparah Sejak 2011, Ini Sebab dan Dampaknya

Layar yang menunjukkan laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Intinya sih...
  • IHSG mengalami penurunan terdalam sejak 2011, membuat BEI membekukan perdagangan sementara.
  • Penurunan disebabkan oleh sentimen negatif dari pasar domestik dan global, serta harga komoditas global yang melemah.
  • OJK merespons dengan menerbitkan kebijakan buyback saham tanpa RUPS untuk meningkatkan kepercayaan investor dan mendongkrak kinerja IHSG.

Kejatuhan bursa saham Indonesia pada Selasa (18/3) merupakan yang terdalam selama lebih dari satu dekade. Hal ini menyebabkan penghentian perdagangan untuk pertama kali sejak pandemi COVID-19.

Indo Premier Sekuritas mencatat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat itu merosot sebanyak 7,1 persen yang merupakan penurunan intraday terbesar sejak September 2011. Berdasarkan data Bloomberg, IHSG mencatat penurunan terparah nomor satu di Asia.

Saham DCI Indonesia (DCII) yang bergerak dalam penyediaan layanan pusat data dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) mencatatkan penurunan terbesar hingga 20 persen.

Merespons hal tersebut, Bursa Efek Indonesia (BEI) membekukan sementara perdagangan saham atau trading halt pada pukul 11.19 WIB usai IHSG mengalami penurunan yang menyentuh 5 persen.

Perang dagang, Danantara, hingga PHK menjadi sorotan

Dony Oskaria, Rosan Roeslani, dan Pandu Sjahrir menjadi petinggi PBI Danantara (youtube.com/Sekretariat Kabinet)

Analis PT Infovesta Utama, Arjun Ajwani, mengatakan sejumlah sentimen negatif dari ranah domestik dan global telah menekan pasar saham Indonesia.

Ketidakpastian dari pasar internasional akibat perang dagang dinilai masih menjadi faktor utama yang mendorong investor asing keluar dari pasar saham Indonesia, dan memilih mengalihkan dana ke aset lebih aman.

Dari Tanah Air, perlambatan ekonomi tecermin pada turunnya penerimaan pajak yang menunjukkan lemahnya aktivitas bisnis. Selain itu, muncul kekhawatiran terhadap dampak pembentukan holding BUMN, Danantara yang dinilai berpotensi memengaruhi industri dan regulasi di Indonesia. 

“Ditambah lagi, lonjakan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) dan banyaknya pabrik yang tutup menandakan lemahnya daya beli masyarakat serta tekanan terhadap sektor manufaktur dan tenaga kerja,” kata Arjun kepada Fortune Indonesia, Selasa (18/3).

Selain itu, harga komoditas global yang turut melemah seperti batu bara, minyak sawit (CPO), dan nikel, memberikan tekanan pada sektor yang selama ini menjadi salah satu pendorong ekonomi Indonesia.

Investor disarankan hold dan wait and see

ilustrasi kegiatan investor (unsplash.com/Joshua Mayo)

Hal senada juga disampaikan Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia, yang menyebut investor saat ini lebih baik bersikap hold serta wait and see, dan menunggu IHSG kembali stabil ke level 6.200.

Liza mencermati terdapat sejumlah sentimen negatif yang menyebabkan pasar mengalami ketidakpastian, seperti tingginya PHK massal mendekati Lebaran serta penetapan credit rating oleh sejumlah lembaga seperti Fitch, S&P, and Moody's yang bergulir setelah penurunan rating pasar saham Indonesia dari Morgan Stanley dan Goldman Sachs.

Pelemahan IHSG yang terjadi di tengah kenaikan seluruh saham global ini dinilai sebab pemerintah yang kurang peduli dengan pasar saham. 

Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Cina, pemerintah Negeri Tirai Bambu itu bahkan menyiapkan sejumlah paket stimulus untuk mendongkrak pasar sahamnya.

“Pemerintah dan otoritas bursa tampaknya lupa berusaha menciptakan iklim pasar modal yang lebih kondusif dan terstruktur. Pemerintah juga penting untuk peduli terhadap posisi IHSG kita secara capital market sejatinya adalah representasi terdepan dari kondisi kesehatan para perusahaan di negara ini,” ujar Liza kepada Fortune Indonesia, Selasa (18/3).

OJK terbitkan aturan buyback saham tanpa RUPS

Konferensi Pers Respon Kebijakan OJK Mengantisipasi Volatilitas Perdagangan Saham di Main Hall BEI, Jakarta, Rabu (19/3).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Kebijakan Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka dalam Kondisi Pasar yang Berfluktuasi secara Signifikan. Dalam hal ini, perusahaan bisa melakukan buyback saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 

Kebijakan tersebut dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa perdagangan saham di BEI mengalami tekanan sejak 19 September 2024. 

Indikasinya berasal dari penurunan IHSG per 18 Maret 2025 sebesar 1.682 poin atau minus 21,28 persen dari Highest to Date.

“OJK menetapkan status kondisi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g POJK Nomor 13 Tahun 2023 sebagai kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Inarno Djajadi dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (19/3).

Kebijakan buyback saham tanpa RUPS ini sudah disampaikan kepada Direksi Perusahaan Terbuka melalui surat resmi OJK tertanggal 18 Maret 2025.

Tujuan buyback saham tanpa RUPS

Inarno mengatakan penerbitan aturan buyback saham tanpa RUPS dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan investor dan bisa mengurangi tekanan di pasar. Pada praktiknya, kebijakan ini bisa memberikan fleksibilitas bagi perusahaan untuk menstabilkan harga saham saat kondisi volatilitas tinggi.

Opsi kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang pernah dikeluarkan oleh OJK di sektor pasar modal. Kebijakan ini juga merupakan tindak lanjut dari pertemuan dengan para pemangku kepentingan di pasar modal pada 3 Maret 2025 lalu.

Sesuai Pasal 7 POJK Nomor 13 Tahun 2023, dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan, Perusahaan Terbuka dapat melakukan pembelian kembali saham tanpa memperoleh persetujuan RUPS.

BEI buka suara terhadap kebijakan buyback tanpa RUPS

Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (wikimedia commons/Bursa Efek Indonesia)

Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengharapkan langkah OJK keluarkan aturan tersebut bisa mendongkrak kinerja IHSG ke depannya.

“Kita tentu harapkan demikian (bisa membaik),” ujar Jeffrey saat dihubungi Fortune Indonesia, Rabu (19/3).

Di samping itu, Equity Research Analyst Panin Sekuritas, Felix Darmawan, menyebutkan bahwa buyback saham bisa jadi strategi yang efektif untuk stabilisasi harga, terutama di tengah pasar yang fluktuatif.

“Dengan buyback, perusahaan menunjukkan kepercayaan terhadap prospek bisnisnya, yang bisa meningkatkan sentimen investor dan menjaga harga saham tetap atraktif,” ujar dia kepada Fortune Indonesia.

Ia menambahkan, buyback tanpa RUPS memberi fleksibilitas lebih bagi emiten untuk merespons kondisi pasar dengan cepat, tanpa harus melalui proses yang panjang. 

Hal ini bisa menjadi langkah positif untuk mengurangi tekanan jual, meningkatkan likuiditas, dan memberikan dukungan terhadap valuasi saham.

Untuk diketahui, pada perdagangan Jumat (21/3), IHSG dibuka menguat 7,02 poin atau 0,11 persen ke posisi 6.388,69. Sementara itu, kelompok Indeks LQ45 turun 8,25 poin atau 1,16 persen ke posisi 701,95.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yogama Wisnu Oktyandito
EditorYogama Wisnu Oktyandito
Follow Us