Jakarta, FORTUNE – Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) menolak keras kenaikan harga tiket Pulau Komodo menjadi Rp3,75 juta. Asosiasi menduga ada upaya monopoli bisnis di balik penetapan harga tiket yang tinggi, alih-alih digunakan untuk menutupi biaya konservasi.
Kenaikan harga tiket masuk Taman Nasional Komodo (TNK)–meliputi Pulau Komodo, Pulau Padar, dan perairan di sekitarnya–semula direncanakan berlaku 1 Agustus 2022. Namun, wacana ini menuai pro kontra hingga menyebabkan aksi mogok para pelaku wisata sekitar kawasan.
Ketua Astindo Labuan Bajo, Ignasius Suradin mengatakan bahwa penerapan tarif konservasi ini sebagai terminologi yang digunakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan PT Flobamor, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi NTT.untuk menggiring opini publik, sehingga menimbulkan banyak mispersepsi di masyarakat.
“Yang terjadi sebenarnya adalah bukan kenaikan tiket masuk dan bukan untuk konservasi. Mereka (Pemprov NTT) ingin memonopoli bisnis di Labuan Bajo, dalam hal ini adalah bisnis operator tur atau agen travel,” kata Ignas kepada Fortune Indonesia, Selasa (2/8).
Hal ini menurutnya tercermin dari penggunaan aplikasi INISA yang baru saja meluncurkan layanan Wildlife Komodo dalam sistemnya, pada Jumat (29/7). “Mereka menggunakan saluran aplikasi ini untuk menggiring para pelaku usaha pariwisata di Labuan Bajo untuk mendaftarkan diri ke mereka. Dengan begitu, mereka punya kekuasaan untuk menentukan harga, menetapkan standar, semuanya, sesuai keinginan mereka,” tuturnya.
Oleh karena itu, asosiasi sudah ‘mengunci’ seluruh rekanan Astindo di Labuan Bajo, mulai dari hotel, restoran, kapal, dan pelaku usaha pariwisata lainnya, untuk tidak bekerja sama dengan INISA. “Karena kami tahu, risikonya adalah mereka akan jadi pemain tunggal untuk menguasai kami di sini,” ujarnya.