Jakarta, FORTUNE - Laporan terbaru Bank Dunia (World Bank) menyoroti sejumlah risiko dari meningkatnya kerapuhan keuangan negara-negara berkembang akibat krisis Covid-19. Salah satunya, risiko jangka panjang dalam bentuk utang tersembunyi yang berpotensi merusak akses ke kredit, dan secara tidak proporsional mengurangi akses keuangan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah dan usaha kecil.
Dalam laporan "World Development Report 2022: Finance for an Equitable Recovery" tersebut Bank Dunia menjelaskan bahwa respons kebijakan yang cepat dan tegas terhadap krisis Covid-19 memang telah mengurangi dampak ekonomi terburuknya dalam jangka pendek. Namun, beberapa tindakan tersebut juga memunculkan kebijakan baru
yang berisiko menjadi hambatan bagi pemulihan yang adil dalam jangka panjang.
"Kekhawatiran yang paling mendesak adalah meningkatnya tingkat utang publik dan swasta secara dramatis, serta risiko yang signifikan hutang tersembunyi dan kerentanan keuangan yang akan terwujud setelah program stimulus dan insentif diperkecil," tulis Bank Dunia dalam laporannya dikutip Senin (21/2).
"Saat efek langsung dari pandemi mereda, pembuat kebijakan menghadapi tugas sulit mencapai keseimbangan antara memberikan stimulus perekonomian, sekaligus membatasi risiko jangka panjang yang mungkin timbul dari respons krisis."
Dalam laporan tersebut, Bank Dunia juga menyoroti beberapa bidang yang membutuhkan penanganan prioritas, termasuk deteksi dini risiko keuangan. Karena hanya sedikit negara yang memiliki ruang fiskal dan kapasitas cukup untuk mengatasi semua tantangan secara bersamaan.
Di samping itu, menurut survei bisnis di negara berkembang selama pandemi, ditemukan bahwa 46 persen perusahaan swasta diperkirakan akan menunggak. Gagal bayar dapat meningkat tajam, dan utang swasta dapat dengan cepat menjadi utang publik, karena pemerintah memberikan insentif.
"Meskipun pendapatan dan pendapatan bisnis mengalami kontraksi yang parah akibat krisis, porsi kredit bermasalah sebagian besar tetap tidak terpengaruh dan di bawah ekspektasi. Namun, ini mungkin karena kebijakan relaksasi dan standar akuntansi yang longgar yang menutupi risiko tersembunyi yang signifikan yang akan menjadi nyata hanya ketika kebijakan dukungan ditarik," kata Carmen Reinhart, Wakil Presiden Senior dan Kepala Ekonom Grup Bank Dunia.
“Sudah waktunya untuk memprioritaskan tindakan awal yang disesuaikan untuk mendukung sistem keuangan yang sehat yang dapat memberikan pertumbuhan kredit yang dibutuhkan untuk mendorong pemulihan. Jika tidak, itu adalah yang paling rentan yang akan terkena pukulan paling keras,” jelasnya.