NEWS

Luhut: Potensi Hilirisasi Rumput Laut Lebih Besar dari Nikel

Indonesia baru mengekspor rumput laut mentah.

Luhut: Potensi Hilirisasi Rumput Laut Lebih Besar dari NikelPetani Rumput Laut/ Dok LPEI
by
22 December 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mendorong pengembangan Hilirisasi Rumput Laut. Terlebih Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar kedua di dunia.

“Rumput laut ini menurut saya menjadi satu project yang dalam lima tahun, dan sepuluh tahun ke depan akan sama pengaruhnya atau mungkin lebih besar pengaruhnya daripada nikel itu,” kata Luhut dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (22/12).

Luhut mencontohkan Indonesia mempunyai pengalaman dalam hilirisasi nikel selama tujuh tahun. Ekspor yang sebelumnya hanya US$1,5 miliar, dan saat ini ekspor sudah menyentuh US$34 miliar. Angka ini akan terus bertambah bergantung produk turunannya.

Rumput laut dapat dimanfaatkan banyak hal

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves Firman Hidayat menekankan bahwa potensi hilirisasi di Indonesia tidak terbatas pada sektor pertambangan saja, melainkan juga mencakup sektor lain, seperti rumput laut.

Firman berpendapat bahwa eksploitasi rumput laut dapat menciptakan lapangan kerja yang signifikan. Ia menyebutkan bahwa Indonesia sejauh ini hanya mengekspor rumput laut dalam bentuk bahan baku mentah atau agar-agar.

Padahal, potensi hilirisasi rumput laut mungkin melibatkan produksi beragam barang, termasuk produk kesehatan, makanan, biostimulan, dan sebagainya. Firman meyakini bahwa selain berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, hilirisasi rumput laut juga dapat mengatasi masalah sampah plastik dan memperkuat ketahanan pangan. "Namun, kita perlu memikirkan cara terbaik untuk menerapkannya,” ujarnya.

Firman juga menjelaskan bahwa biaya pengolahan rumput laut relatif tinggi karena proses pengolahan yang ada saat ini dilakukan secara terfragmentasi dalam skala kecil dan masih mengandalkan metode tradisional.

“Kita perlu bikin yang skala besar, mekanisasi teknologi sehingga produktivitasnya meningkat, costnya bisa turun, kemudian kita bisa produksi macam-macam,” kata Firman.

Proyek percontohan di Nusa Tenggara Barat

Selanjutnya, Firman menyampaikan bahwa pemerintah tengah menyiapkan proyek percontohan untuk mengembangkan rumput laut dengan menggunakan teknologi dan mekanisasi di Teluk Ekas, Nusa Tenggara Barat. Proyek ini nantinya akan dievaluasi dampaknya terhadap indikator sosial ekonomi, lingkungan, biodiversitas, dan potensi karbon.

Firman menjelaskan bahwa luas lahan tambak budidaya rumput laut saat ini hanya mencapai 102.000 hektare di seluruh Indonesia. Pemerintah berambisi meningkatkan luas tambak budidaya rumput laut hingga 1,2 juta hektare untuk mendukung pengembangan bioplastik atau energi.

“Proyeksi sampai 2040 potensi market global lebih dari US$10 miliar, terus bioplastik potensi marketnya lebih dari US$40 miliar, dan ini bisa dipenuhi salah satunya melalui rumput laut. Dan kita adalah negara dengan produksi terbesar (rumput laut) nomor dua di dunia,” ujar Firman.

Related Topics